BI Rate Turun, ke Mana Arah Margin Bunga (NIM) Bank?

Bisnis.com,27 Sep 2024, 12:00 WIB
Penulis: Arlina Laras
Ilustrasi bank. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,00% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini. Lalu, bagaimana arah margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan usai penurunan BI Rate?

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NIM perbankan per Juli berada pada level 4,59%. Capaian tersebut naik tipis dari Juni 2024 yang mencapai 4,57%.

Adapun, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan Juli 2023 yang berada pada level 4,84% dan posisi Desember 2023 pada level 4,81%

Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan menjelaskan meskipun suku bunga acuan telah menurun, masih terdapat tantangan dari sisi biaya dana (cost of fund/CoF) yang masih tinggi. Hal ini menyebabkan perbaikan NIM belum bisa serta merta naik dengan penurunan BI Rate. “Dengan LDR di 87%-an maka NIM belum bisa naik,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (26/9/2024).

Sebagai informasi, NIM CIMB Niaga mengalami koreksi dalam hampir 2 tahun terakhir. Per Juni 2024, NIM perseroan tercatat 4,21%, menyusut 40 bps dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 4,61% pada Juni 2023.

Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) memproyeksikan rasio margin bunga bersih berada di kisaran 5,5%-5,6% hingga akhir tahun.

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan hingga semester I/2024, NIM BCA mencapai 5,7% sejalan dengan peningkatan volume kredit, pergerakan suku bunga, dan cost of fund yang relatif terjaga. Itu artinya, target yang dipatok turun tipis dibanding capaian enam bulan pertama 2024.

“Komposisi aktiva produktif BCA bergeser ke portofolio kredit yang memberikan imbal hasil lebih tinggi dibandingkan aktiva produktif lainnya,” katanya.

Sejauh ini, Hera menyebut NIM BCA ditopang oleh peningkatan volume kredit dan pergerakan suku bunga pasar. NIM akan bergerak sejalan dengan permintaan kredit di pasar, serta pergerakan suku bunga dan kondisi likuiditas.

Lebih lanjut, dia menuturkan dalam melihat profitabilitas suatu bank, NIM hanya merupakan salah satu komponen selain pendapatan nonbunga, biaya operasional, dan biaya provisi kredit. “Profitabilitas lembaga perbankan perlu dilihat secara keseluruhan," ungkapnya.

Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan dari sisi margin secara yield atau pendapatan bunga (interest income) membaik dengan adanya pertumbuhan kredit yang positif.

“Namun, komponen NIM ada itu kan interest income dan interest expense [beban bunga], dari interest expense tentunya ini kita melihat di semester pertama ini tekanan lebih banyak datang dari cost of fund,” ujarnya.

Namun, sejak Juli 2024, cost of fund BNI sudah mulai terkendali berkat kondisi likuiditas yang membaik serta proporsi dana pihak ketiga (DPK) yang lebih fokus pada jenis dana yang bersifat transaksi.

“Apakah ini dikuti dengan perbaikan NIM? Iya, NIM semester II/2024 lebih baik dibanding semster I/2024, tapi datangnya dari dua faktor yakni membaiknya pertumbuhan dan CoF yang terjaga,” ungkapnya.

Sementara itu, Head of Research LPPI Trioksa Siahaan mengatakan tantangan menjaga NIM bagi perbankan saat ini sedang tinggi. Dia mengatakan kondisi itu terlihat saat ini sejumlah bank mematok target NIM yang stagnan.

“[Meski demikian] sampai akhir tahun diprediksi NIM akan sedikit membaik sepanjang kondisi geopolitik global dapat terkendali,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini