Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memproyeksikan premi industri asuransi umum masih akan mengalami kenaikan sampai dengan akhir 2024.
Pertumbuhannya diproyeksikan mencapai sebanyak 10–15% apabila dibandingkan pada perolehan premi pada 2023.
Pada tahun sebelumnya, AAUI mencatat premi industri asuransi umum mencapai Rp103,86 triliun. Angka tersebut meningkat 15,3% dibandingkan dengan premi pada 2022 yakni Rp90,12 triliun.
“Saya melihat pertumbuhannya akan lebih baik dibandingkan tahun lalu, dengan proyeksi kenaikan antara 10–15%,” kata Ketua Umum AAUI Budi Herawan usai paparan kinerja asuransi umum di Jakarta Senin (30/9/2024).
Budi mengungkap asuransi properti masih menjadi penopang utama pada industri asuransi umum hingga akhir tahun ini.
Terlihat bahwa asuransi properti masih menjadi penopang utama pada periode Januari—Juni 2024. Pendapatan premi asuransi properti mencapai Rp16,66 triliun, atau naik 32,8% yoy dibandingkan pada semester I/2023 yakni Rp12,55 triliun.
Budi menambahkan asuransi properti salah satunya masih akan ditopang oleh properti komersial, khusunya untuk rumah-rumah di atas Rp5 miliar.
Dia mengatakan banyak dari segmen tersebut masih memilih aset rumah sebagai salah satu investasi. Dia justru menilai bahwa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DPT) atau intensif pajak yang diberikan oleh pemerintah sampai akhir tahun tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan asuransi properti.
“Kalau kami melihat belum secara utuh ya, karena ini kan ekosistem, ya ada plus dan minusnya,” kata dia.
Selain itu, AAUI melihat sektor infrastruktur akan tumbuh pada pemerintahan baru yang dimulai pada Oktober 2024. Tidak hanya sampai disitu, Budi mengatakan bahwa asuransi kredit juga masih akan menjadi penopang pertumbuhan premi asuransi umum. Hal tersebut seiring dengan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan resharing asuranri dan pihak perbankan terkait asuransi kredit.
“Teman-teman [asuransi] juga mulai melihat ini, melirik lagi. Tinggal pihak perbankannya bagaimana, bisa diterima enggak, lalu pembatasan biaya akuisisi itu kan jadi poin juga [pertumbuhan],” kata Budi.
Di sisi lain, Budi melihat bahwa sektor asuransi kendaraan masih belum cukup menopang. Hal tersebut masih terimbas oleh penurunan kendaraan pada tahun ini. Budi menyinggung bahwa pada gelaran pameran otomotif Gaikin Indonesia International Auto Show (GIIAS) saja, Surat Pemesanan Kendaraan (SPK) sangat tinggi, namun demikian ketika masuk evaluasi ditolak semua karena tidak lolos analisis kredit.
“Jadi banyak yang diblacklist, jadi saya rasa masih tinggi properti,” katanya.
Namun demikian, Wakil Ketua Bidang Riset dan Statistik AAUI Trinita Situmeang mengingatkan masih ada tantangan terutama pada lini bisnis asuransi kredit dan kesehatan yang mana klaimnya masih tinggi. Pada semester I/2024 saja, asuransi kredit masih mengalami kenaikan klaim mencapai sebanyak 35,4% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp8,3 triliun dari sebelumnya Rp6,13 triliun. Sementara asuransi kesehatan klaimnya naik sebanyak 11,8% yoy menjadi Rp3,4 triliun dari sebelumnya Rp3,04 triliun.
“Kalau untuk asuransi kredit, ini sepertinya klaim untuk default ini secara numbers, secara profile, masih akan kita hadapi, karena dia memang profilnya seperti itu Kemudian untuk asuransi kesehatan juga memang harus dilihat, memang tercermin dari biaya kesehatan saat ini, naiknya cukup besar. Ini menjadi PR bersama baik perusahaan asuransi umum maupun perusahaan asuransi jiwa,” kata Trinita.
Trinita mengatakan untuk memberantas kenaikan klaim kesehaan tersebut, semua pihak harus berkolaborasi dengan penyedia layanan kesehatan, terutama dalam memanage klaim yang berkaitan dengan fraud. Namun demikian, Trinita menyebut bahwa pihaknya tidak melihat bahwa ada fraud, namun memang kenaikan biaya yang memang menjadi pekerjaan rumah bagi perusahaan asuransi untuk melihat kembali lini bisnis ini.
“Dan memang diperlukan integrasi policy bagi industri asuransi untuk bisa tetap memasarkan produk ini dan konsekuensi dari pemasaran produk ini adalah mendapatkan hasil yang sesuai dengan ekspektasi. Itu sih yang perlu disimpan. Jadi memang harus ada sesuatu pembenahan atau improvement yang dilakukan berkenaan dengan lini bisnis ini,” katanya.
Sebelumnya, AAUI mencatat premi industri asuransi umum mencapai sebanyak Rp57,91 triliun pada semester I/2024. Angka tersebut naik 18,4% yoy apabila dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya yakni Rp48,9 triliun pada semester I/2023. Ada tiga lini bisnis yang menjadi penopang premi asuransi umum pada periode tersebut yakni properti, kredit, dan kendaraan.
Pendapatan premi asuransi properti mencapai sebanyak Rp16,66 triliun yang mana naik 32,8% yoy dibandingkan pada semester I/2023 yakni Rp12,55 triliun. Kemudian asuransi kredit yang preminya mencapai Rp10,58 triliun, yang mana naik 26% dari sebelumnya Rp8,4 triliun.
Premi asuransi kendaraan mencapai Rp10,03 triliun, yang mencapai sebanyak 2% yoy dari sebelumnya Rp9,84 triliun pada semester I/2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel