Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja perbankan dari sisi laba masih membukukan pertumbuhan single digit hingga Juli 2024. Sementara, kredit tumbuh 11,40% secara tahunan (YoY) per Agustus 2024. Lantas, apakah kinerja bank bisa mengalami pertumbuhan signifikan usai BI memangkas suku bunga acuan atau BI Rate?
Sebagaimana diketahui, BI telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) dari 6,25% menjadi 6,00% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan lalu. Keputusan ini menjadi penurunan suku bunga pertama sejak Februari 2021.
Pelonggaran kebijakan ini merupakan hal yang dinanti-nanti perbankan. Pasalnya, penurunan BI Rate diharapkan bisa menekan biaya dana atau cost of fund perbankan, yang pada akhirnya dapat mendongkrak permintaan kredit saat transmisi pemangkasan BI Rate terefleksi ke penurunan suku bunga kredit.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan penurunan BI Rate akan mempengaruhi biaya dana di pasar uang, yang juga menjadi salah satu sumber likuiditas perbankan.
Dari sini, penurunan suku bunga, baik global maupun dalam negeri, pada akhirnya akan mempengaruhi suku bunga simpanan atau cost of fund perbankan Indonesia.
"Kemudian terkait dengan penurunan cost of fund itu juga akan berpengaruh positif pada tingkat profitabilitas perbankan, dengan penurunan cost of fund pada gilirannya akan mendorong penurunan suku bunga kredit," jelasnya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan September 2024 pada Selasa (1/10/2024).
Dian menjelaskan dalam kondisi suku bunga kredit yang lebih rendah, maka hal ini akan mendorong ekspansi usaha atau pertumbuhan kredit yang meningkat.
Semakin tinggi penyaluran kredit, akan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja maupun peningkatan pendapatan agregat masyarakat dan sekaligus meningkatkan kemampuan membayar masyarakat.
Dengan demikian, risiko kredit perbankan secara menyeluruh akan ikut menurun. Namun, saat ini suku bunga kredit bank masih relatif stabil karena perbankan mempertimbangkan aspek permintaan dan juga risiko kredit.
Sampai saat ini, lanjut Dian, risiko kredit masih relatif terjaga dengan daya tahan bank menyerap risiko yang tergolong kuat sebagaimana terlihat dari tingkat permodalan atau capital adequacy ratio (CAR) yang tinggi, dengan didukung tingkat profitabilitas yang baik meskipun dengan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang sedikit menurun.
"Ke depannya, tentu penurunan Fed Fund Rate atau FFR yang lebih tinggi dibandingkan penurunan suku bunga acuan BI diharapkan dapat memberikan ruang untuk aliran modal masuk asing [foreign capital inflow]," jelas Dian.
Prediksi Bankir
Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Royke Tumilaar menyampaikan harapan kondisi likuiditas perbankan membaik dan permintaan kredit meningkat dengan adanya penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral. Menurutnya, saat ini suku bunga kredit masih stabil di tengah kondisi likuiditas yang mengetat.
“Memang kreditnya yang [menjadi] challenge. Kita ingin tumbuhnya agak kencang, tetapi [suku] bunga kan belum turun,” katanya kepada wartawan di Menara BNI, Jakarta Pusat, Senin (30/9/2024).
Kendati demikian, Royke mengatakan tidak ada masalah berarti dalam kinerja perseroan hingga kuartal III tahun ini. Hal ini tecermin dari kinerja per Agustus 2024 yang dinilai masih on track, meskipun terdapat beberapa bagian seperti penyaluran kredit yang menghadapi tantangan.
Ketika ditanya perihal angka pertumbuhan kredit BNI hingga bulan kesembilan tahun ini, Royke memperkirakannya pada kisaran 10% secara tahunan.
Dia juga memproyeksikan pertumbuhan kredit tetap dobel digit hingga akhir 2024, dengan segmen korporasi dan konsumer yang menjadi penopang utama. “Masih [didominasi] corporate. Corporate dan konsumer,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel