Bisnis.com, NUSA DUA — Penetrasi asuransi masih menjadi tantangan bagi industri. Bahkan sejak 2020, penetrasi asuransi mengalami penurunan dari 3,11% menjadi 2,59% pada 2023.
Kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan, apalagi penetrasi asuransi di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di antaranya Malaysia 4,8%, Australia 3,3%, Brazil 3,3%, Jepang 7,1%, Singapura 11,4%, dan Afrika Selatan 12,6%.
Dari data inklusi keuangan per 2022, literasi keuangan sektor asuransi juga tercatat 31,72%, tetapi inklusinya hanya 16,63%, artinya hanya setengah yang paham asuransi memilih menggunakan asuransi. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) pun menyoroti masih rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia dibandingkan negara lain.
Ketua Umum AAUI Budi Herawan mengatakan bahwa industri asuransi di Indonesia secara konsisten menunjukkan pertumbuhan dari tahun ke tahun, sebagaimana dibuktikan oleh peningkatan premi dan aset. Dari data OJK per Agustus 2024, aset industri asuransi mencapai sebanyak Rp1.132,49 triliun, yang meningkat 1,32% apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp1.117,75 triliun. Namun demikian, kontribusi asuransi terhadap perekonomian nasional relatif stagnan.
“Hal ini terlihat dari terbatasnya pertumbuhan total penetrasi asuransi komersial, asuransi wajib, dan asuransi sosial, yang secara kolektif merupakan mayoritas industri asuransi,” kata Budi dalam acara Indonesia Rendezvous 2024 di Nusa Dua, Bali pada Kamis (10/10/2024).
Budi mengatakan berdasarkan gambaran pasar, populasi Indonesia yang besar dan ekonomi yang terus berkembang memberikan landasan yang kuat bagi pertumbuhan asuransi. Meskipun memiliki potensi, tingkat penetrasi asuransi umum di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara sejawatnya di negara-negara Asean dan tentunya di antara negara-negara maju.
Hal ini, menurutnya juga memberikan peluang bagi perluasan pasar di Indonesia yang masih tersedia. Selain itu, lanjut Budi, meskipun ada hambatan dari lonjakan komoditas yang berkelanjutan, peningkatan volatilitas harga pangan dan energi, dan meningkatnya ketidakpastian geopolitik, ekonomi Indonesia diharapkan tumbuh dengan kecepatan yang stabil, didorong oleh peningkatan belanja publik, meningkatnya investasi bisnis, dan permintaan konsumen yang stabil.
“Dalam hal ini, perusahaan asuransi umum perlu mengatasi cara inovatif untuk melakukan penetrasi,” kata Budi.
Budi menyinggung sektor swasta Indonesia dicirikan oleh banyak perusahaan kecil, tetapi dominasi ekonomi hanya dari sedikit perusahaan besar. Sektor swasta Indonesia adalah rumah bagi 66 juta bisnis, di mana hanya sembilan juta yang terdaftar secara resmi. Menurutnya banyak sektor swasta Indonesia kurang menyadari manfaat asuransi, yang menghambat penetrasi pasar.
Selain itu, masalah kepercayaan, di mana ketidakpastian mengakibatkan diskresi dari para penegak peraturan pemerintah. Menururnya meningkatkan konsistensi peraturan dan mendorong akses ke pasar internasional adalah kunci untuk melepaskan potensi sektor swasta Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang akan menguntungkan industri asuransi.
“Kekhawatiran tentang keandalan perusahaan asuransi karena pengalaman masa lalu atau kurangnya kepercayaan pada sektor keuangan menjadi isu utama,” ungkapnya.
Di sisi lain, AAUI juga mendukung inisiatif pemerintah dalam mendorong pengembangan industri asuransi. Termasuk di antaranya dalam penerapan peraturan untuk meningkatkan transparansi dan perlindungan konsumen, serta memberikan insentif bagi perusahaan asuransi untuk memperluas jangkauan.
Adapun inisiatif tersebut antara lain kesehatan keuangan untuk perusahaan asuransi dan reasuransi, tata kelola untuk perusahaan mutual, pemisahan unit syariah, regulasi asuransi kredit dan penjaminan, perizinan, hingga implementasi IFRS 17 atau PSAK 117 untuk perusahaan asuransi sebagai standar global baru untuk akuntansi kontrak asuransi.
“Saya yakin, Indonesia adalah lanskap yang menjanjikan bagi industri kita. Pasar kita siap untuk pertumbuhan yang signifikan pada 2025 didorong oleh kombinasi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan, lingkungan regulasi yang menguntungkan, kemajuan teknologi, dan perluasan penawaran produk,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel