Ada 10 Bank Bangkrut di Bali, LPS Ganti Uang Nasabah Rp277,21 Miliar sejak 2005

Bisnis.com,13 Okt 2024, 08:05 WIB
Penulis: Harian Noris Saputra
Pegawai beraktivitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, DENPASAR - Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) telah melikuidasi 10 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) di Provinsi Bali sejak 2005. 

Kepala Kantor Perwakilan LPS II Bambang S Hidayat menjelaskan Sejak Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) beroperasi pada tahun 2005. Dalam periode operasi atau hingga September 2024, sudah ada 10 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) yang dilikuidasi oleh LPS.

Perinciannya, dua BPR/BPRS yang dalam proses likuidasi dan delapan sudah selesai ditangani. Total simpanan layak bayar dalam proses ini mencapai Rp277,21 miliar milik 19.884 rekening.

“Tutupnya BPR/BPRS bukan berarti perekonomian memburuk, namun lebih kepada persoalan tata kelola [sehingga bangkrut]. Penutupan BPR/BPRS pun relatif tidak akan berdampak kepada masyarakat umum secara luas. Khusus para pemegang rekening juga aman karena dijamin oleh LPS,” jelas Hidayat dalam Temu Media di Bali dikutip Minggu (13/10/2024)

Hidayat juga menjelaskan rata-rata Simpanan Bank Umum di Provinsi Bali pada Agustus 2024 mencatatkan peningkatan yang cukup kuat yaitu sebesar 8,08% year on year (yoy). Berdasarkan rekening, Provinsi Bali menempati urutan ke-17 secara nasional atau sebanyak 8,66 juta rekening. 

Dari jumlah ini, secara nominal menempati urutan ke-7 dengan jumlah total simpanan masyarakat di perbankan di Bali sebanyak Rp171,64 triliun. "Perkembangan simpanan bank umum di Provinsi Bali mencatatkan pertumbuhan yang solid, dengan Provinsi Bali yang selalu tumbuh lebih dari nasional," ujar Hidayat.

Dalam kesempatan tersebut, Bambang juga memaparkan mengenai kesiapan LPS dalam mengemban amanat UU Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU P2SK), antara lain mengenai mandat sebagai penyelenggara Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan efektif mulai Januari 2028, atau 5 tahun sejak UUP2SK diundangkan. Menurutnya, penyelenggaraan PPP oleh LPS bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari Perusahaan Asuransi (PA) yang dicabut Izin Usaha (CIU).

“Sejalan dengan penetapan UUP2SK, LPS telah melakukan perubahan struktur organisasi untuk menjalankan amanat baru yang ditetapkan dalam UUP2SK, salah satunya mengenai pembidangan Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis,” jelasnya.

Adapun, pada tahun 2023 LPS telah menyelesaikan perubahan organisasi termasuk pembentukan Badan Supervisi LPS, identifikasi kebutuhan SDM dan pemenuhan awal SDM untuk PPP, penyusunan proses bisnis, penyusunan tata kelola LPS dan tata tertib DK, serta penyusunan peraturan terkait Peraturan Pemerintah, Peraturan LPS, dan Peraturan Dewan Komisioner.

Sementara itu pada tahun 2024 ini LPS menargetkan untuk menyelesaikan segala Peraturan Pelaksanaan terkait UU P2SK. Selain itu, dijelaskan pula mengenai persiapan LPS di tahun 2025 mendatang, antara lain, Penyesuaian Blueprint IT, Pemenuhan SDM (lanjutan) untuk PPP, Pengembangan kompetensi (lanjutan) untuk PPP, Pengembangan IT untuk PPP (tahap awal) dan, Penyelesaian PKE (lanjutan).

Kemudian, pada tahun 2026- 2027 yaitu, Pemenuhan SDM (lanjutan) untuk PPP, Pengembangan kompetensi (lanjutan) untuk PPP, Pengembangan IT (lanjutan) untuk PPP, dan Pengembangan Infrastruktur IT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini