OJK Angkat Suara Mengenai Bank Catat Rugi karena Pencadangan

Bisnis.com,13 Okt 2024, 18:36 WIB
Penulis: Reyhan Fernanda Fajarihza
Foto multiple exposure warga beraktivitas di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta. Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara perihal sejumlah bank yang mencatatkan rugi sepanjang tahun berjalan 2024. Peningkatan pencadangan dana ditengarai menjadi salah satu faktor penyebab kerugian tersebut.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae beralasan pencadangan merupakan langkah mitigasi terhadap adanya potensi peningkatan eksposur risiko kredit.

Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) No. 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) adalah penyisihan yang dibentuk atas penurunan nilai instrumen keuangan sesuai standar akuntansi keuangan (SAK).

“Hal tersebut merupakan salah satu langkah strategis bank dalam rangka memitigasi terjadinya peningkatan eksposur kredit bank, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang,” katanya dalam jawaban tertulis, dikutip Minggu (13/10/2024).

Dia melanjutkan, peningkatan pencadangan dapat terjadi sesuai dengan penurunan nilai pada instrumen keuangan sesuai dengan SAK sebagaimana portofolio dan/atau eksposur yang dimiliki masing-masing bank.

Per Juli 2024, pihaknya mencatat bahwa kualitas kredit perbankan tetap terjaga dengan rasio non-performing loan (NPL) Gross yang relatif stabil pada level 2,27% dan NPL Nett sebesar 0,79%.

Risiko kredit macet alias loan at risk (LAR) juga menunjukkan tren penurunan dari 10,51% pada Juni 2024 menjadi 10,27%. Rasio LAR tersebut juga mendekati level sebelum pandemi, yaitu sebesar 9,93% pada Desember 2019.

“Sehubungan dengan hal tersebut, untuk saat ini belum terdapat risiko kredit yang berdampak pada profitabilitas bank secara signifikan,” tuturnya.

Terkait laba, Dian menyebut bahwa mayoritas perbankan Tanah Air masih membukukan laba hingga bulan kedelapan tahun ini. Laba industri perbankan sendiri tercatat sebesar Rp171,03 triliun, tumbuh 6,42% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan Agustus 2023.

Dengan adanya kebijakan relaksasi moneter berupa penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) alias BI Rate dari 6,25% menjadi 6% pada September lalu, OJK memproyeksikan bahwa hal itu akan berdampak pada penurunan biaya dana (cost of fund), sehingga dapat menjadi faktor pendorong pertumbuhan berkelanjutan bagi bank.

“OJK dalam hal ini senantiasa mendorong perbankan untuk terus memperkuat manajemen risiko dan menerapkan praktik prudential banking serta tata kelola yang baik agar perbankan dapat terus tumbuh sehat dan berkelanjutan,” tutup Dian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Dwi Nicken Tari
Terkini