Rencana Prefunding SBN, ULN Pemerintah Diprediksi Bakal Melonjak ke US$218,4 Miliar

Bisnis.com,14 Okt 2024, 20:31 WIB
Penulis: Annasa Rizki Kamalina
Mata uang dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta, Minggu (9/10/2022). / Bisnis-Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Utang Luar Negeri (ULN) Pemerintah diprediksi bakal terus mencatatkan kenaikan hingga akhir tahun menuju US$218,4 miliar, sejalan dengan rencana pemerintah melakukan prefunding Surat Berharga Negara (SBN) untuk pembiayaan APBN 2025

Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menyampaikan secara umum ULN Pemerintah masih terkendali, baik secara pertumbuhan maupun rasio terhadap produk domestik bruto (PDB).

Menurutnya, ULN Pemerintah masih akan terus tumbuh dengan rasio terhadap PDB terjaga di sekitar 31% hingga akhir tahun. 

"ULN akan tumbuh sekitar 8,8% year on year [YoY] atau senilai US$218,4 miliar, itu untuk kondisi di mana pemerintah melakukan prefunding pada akhir tahun," ujarnya pada Senin (14/10/2024).

Myrdal melihat untuk saat ini kondisi pasar keuangan sangat suportif untuk penerbitan utang luar negeri berdenemoninasi asing. Mengingat, kondisi iklim suku bunga saat ini tengah menurun ditambah fluktuasi nilai tukar rupiah masih terjaga dengan level masih di bawah Rp15.800 per dolar AS. 

Sementara mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup menguat tipis 0,08% ke Rp15.565,5 per dolar AS.

"Di sisi lain prospek suku bunga global masih akan terus menurun, timing sangat baik mengoptimalkan pendanaan dari luar negeri," lanjutnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana melakukan menerbitan SBN untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 atau tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto, meski tahun anggaran belum mulai. 

Prabowo selaku presiden terpilih akan melakukan penarikan utang baru senilai Rp775,87 triliun pada tahun pertama pemerintahannya atau pada 2025. Jumlah tersebut untuk memenuhi kebutuhan APBN, mengingat defisit APBN direncanakan sebesar 2,53% pada tahun depan. 

Meski demikian, Myrdal tetap memberikan alarm terkait kondisi geopolitik di Timur Tengah, walaupun pergerakan harga minyak memberikan dampak yang terbatas. 

Sementara untuk kondisi ekonomi di AS, pemilihan presiden di Negeri Paman Sam tersebut akan sangat mempengaruhi kebijakan suku bunga Federal reserve (The Fed). Secara umum, dengan melihat dotplot terakhir, dirinya masih melihat adanya ruang penurunan suku bunga masih terbuka sampai 2026. 

"Begitu terpilih presiden di sana, bisa jadi ada skenario berbeda yang membuat prospek kebijakan suku bunga The Fed berbeda dari kondisi sekarang, itu yang kita waspadai," jelasnya. 

Lain kesempatan, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira justru melihat risiko yang sangat mungkin terjadi dengan kenaikan jumlah ULN. 

Di mana kenaikan ini menunjukkan bahwa pemerintah membutuhkan pembiayaan eksternal dari utang luar negeri untuk menutup defisit anggaran, tapi juga untuk mempersiapkan belanja di awal tahun 2025 ke depan.

Baik untuk belanja yang sifatnya konsumtif di pemerintahan, belanja barang, belanja pegawai, bahkan belanja pembayaran bunga utang yang direncanakan lebih dari Rp500 triliun pada tahun depan. Secara umum, recana belanja dalam APBN senilai Rp3.621,3 triliun.

Menurutnya belanja yang besar dan ditutup melalui utang, hal tersebut berkorelasi dengan rendahnya rasio pajak sampai sejauh ini. 

"Maka peningkatan utang luar negeri ini tidak lagi menjadi leverage [daya ungkit], tapi justru bisa menghambat pertumbuhan ekonomi," tuturnya kepada Bisnis, Senin (14/10/2024). 

Posisi Utang Luar Negeri Pemerintah:

Periode  Posisi Utang (US$, miliar)
Agustus 2023 191,6
September 2023 188,29
Oktober 2023  185,13
November 2023 192,55
Desember 2023 196,64
Januari 2024 194,41
Februari 2024 194,81
Maret 2024  192,24
April 2024 189,1
Mei 2024 190,97
Juni 2024 190,99
Juli 2024  194,27
Agustus 2024 200,42

Sumber: SULNI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wibi Pangestu Pratama
Terkini