Bisnis.com, JAKARTA — IFG Progress, sebuah lembaga wadah pemikir yang didirikan oleh Indonesia Financial Group (IFG) mengkaji dampak penurunan daya beli kelas menengah terhadap industri asuransi.
Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim Khoilul Rohman menjelaskan segmentasi masyarakat kelas menengah di Indonesia menjadi sumber utama bagi penggerak perekonomian.
Dia menghitung setiap penurunan 4%—5% daya beli kelas menengah, berdampak negatif pada beragam variabel ekonomi di Indonesia, yang pada akhirnya juga berimbas negatif pada lini bisnis asuransi.
"Jadi penurunan daya beli kelas menengah sebesar 4%—5% itu dampaknya ternyata lebih besar ke asuransi umum daripada asuransi jiwa," kata Ibrahim di acara Media Gathering IFG Conference 2024 di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Dari hitungannya, untuk penurunan 4%—5% daya beli kelas menengah akan berdampak negatif sebesar 39%—49% penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang berimbas pada penurunan sekitar 5%—6% pada asuransi properti.
Penurunan daya beli juga berdampak sebesar 65%—81% penjualan kendaraan bermotor yang berimbas sebesar 6%—7% terhadap asuransi kendaraan bermotor. Dampak lainnya adalah sebesar 2%—3% bagi populasi masyarakat yang tinggal di perkotaan, yang membawa dampak sebesar 12%—15% asuransi kecelakaan pribadi.
Terakhir, penurunan daya beli masyarkat kelas menengah sebesar 4%—5% juga membawa dampak sebesar 8%—10% penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang berimbas sebesar 15%—19% pada asuransi kredit.
"Kenapa [berdampak ke asuransi umum] karena kelas menengah jadi penggerak dasar mediator variabelnya, karena kelas menengah sebagai mediator pembeli KPR, kendaraan bermotor. Jadi dampaknya lebih kelihatan di asuransi umum dari asurnasi jiwa," kata Ibrahim.
Dibandingkan dengan dampak yang dirasakan asuransi jiwa, Ibrahim memaparkan untuk penurunan daya beli masyarakat kelas menengah 4%—5% hanya berdampak negatif kepada konsumsi sebesar 0,99%—1,24%. Hal itu dapat membawa dampak negatif pada asuransi jiwa sebesar 0,33%—0,41%.
"Ternyata asuransi jiwa, itu memang sangat terklaster masyarakat dengan tier pendapatan tinggi karena preminya juga mahal. Jadi asuransi jiwa ini lebih terklaster ke segmen pendapatan atas, 20%—30% teratas," kata Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel