Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan asuransi umum PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) memutuskan untuk tetap tetap membatasi pemasaran asuransi kredit hanya kepada mitra yang mendukung program restrukturisasi kredit sebelumnya. Perusahaan tidak berencana memperluas aktivitas pemasaran asuransi kredit ke mitra baru, meskipun terdapat perbaikan regulasi.
Diketahui, Jasindo telah menghentikan asuransi kredit karena sempat mempengaruhi kinerja perusahaan karena klaimnya yang melonjak. Bahkan solvabilitas Jasindo sempat mengalami penurunan bahkan minus pada 2020 dan 2021. Selain itu, Jasindo juga melakukan revaluasi aset hingga restrukturisasi asuransi kredit.
Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperkenalkan aturan baru terkait risk sharing dalam asuransi kredit, serta memberikan akses Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Direktur Pengembangan Bisnis Jasindo, Diwe Novara, mengungkapkan bahwa meski aturan baru dari OJK ini dapat menguntungkan bagi perusahaan asuransi yang bermain di sektor kredit, Jasindo memilih untuk fokus pada mitra yang telah terlibat dalam restrukturisasi.
“Perusahaan telah memutuskan hanya akan menjalankan pemasaran asuransi kredit terbatas atas mitra-mitra yang mendukung perusahaan dalam program restrukturisasi asuransi kredit pada tahun-tahun sebelumnya,” kata Diwe kepada Bisnis, Rabu (16/10/2024).
Dengan demikian, Diwe mengatakan sehingga dipastikan perusahaan tidak akan menjalankan aktivitas pemasaran baru diluar mitra yang telah menyepakati kesepakatan restrukturisasi asuransi kredit. Keputusan tersebut diambil sebagai langkah mitigasi risiko yang terukur di tengah perkembangan industri asuransi kredit.
Namun demikian, Diwe mengapresiasi langkah OJK dalam penerapan risk sharing dalam asuransi kredit yang merupakan salah satu bentuk mitigasi yang dapat dilakukan oleh bank dan perusahaan asuransi. Konsep risk sharing ini diharapkan dapat memberikan dampak positif baik bagi bank sebagai penyalur kredit maupun perusahaan asuransi yang menanggung risiko kredit tersebut.
“Harapannya adalah pihak bank sebagai penyalur kredit dapat meningkatkan kualitas atas kredit yang dikucurkan dikarenakan adanya risiko yang juga ditanggung oleh bank, dengan demikian diharapkan kedepan risiko asuransi kredit ini dapat dikelola dengan baik dan memberikan keuntungan bagi industri, baik bank maupun perusahaan asuransi,” katanya.
Diwe menambahkan Jasindo melihat bahwa dengan adanya aturan baru OJK atas asuransi kredit mungkin dapat berdampak baik bagi perusahaan asuransi yang bermain ataupun akan masuk dalam bisnis asuransi kredit.
Asuransi kredit menjadi salah satu lini bisnis potensial di industri asuransi umum. Asuransi kredit masuk dalam tiga besar pendapatan premi terbanyak selain asuransi properti dan kendaraan. Pada semester I/2024, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat premi asuransi kredit mencapai sebanyak Rp10,58 triliun yang mana naik 26% secara tahunan (year on year/yoy) dari sebelumnya Rp8,4 triliun.
Sementara asuransi properti dan kendaraan masing-masing Rp16,66 triliun dan Rp10,03 triliun. Namun demikian, performa asuransi kredit mengalami tekanan beberapa tahun terakhir karena kenaikan klaim yang signifikan. Bahkan pada paruh pertama tahun ini juga masih terdapat peningkatan, di mana klaimnya mencapai Rp8,3 triliun yang mana naik 35,4% dari sebelumnya Rp6,13 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel