Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan asuransi umum PT Asuransi Jasa Indonesia atau Jasindo merespons adanya kekhawatiran terbentuknya pasar tidak sehat alias oligopoli di industri asuransi imbas dari penyesuaian ketentuan modal minimum asuransi di 2028 nanti.
Alasannya, perusahaan-perusahaan yang tidak mampu memenuhi modal minimum akan berguguran sehingga tersisa pemain-pemain yang jumlahnya tidak signifikan dibanding besarnya pasar yang ada.
"Kekhawatiran ini seharusnya dapat diminimalisir dengan keyakinan bahwa sudah saatnya industri asuransi nasional naik kelas," kata Direktur Pengembangan Bisnis Jasindo, Diwe Novara kepada Bisnis, dikutip pada Kamis (17/10/2024).
Diwe menilai penguatan modal ini menjadi suatu kewajiban dengan tujuan untuk penguatan ketahanan dan daya saing perusahaan asuransi. Dengan modal yang lebih besar, kata dia, maka perusahaan asuransi dapat menanggung risiko yang lebih besar juga.
"Selain itu, menurut pendapat saya Indonesia sudah ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang sudah menerapkan kebijakan ini terlebih dahulu," kata Diwe.
Diwe mencontohkan kebijakan tersebut terbukti berhasil diterapkan di Malaysia. Berdasarkan report dari IFG Progress, Bank Negara Malaysia telah memberlakukan ketentuan modal minimum perusahaan asuransi pada 2001 menjadi 100 juta ringgit dari batas sebelumnya 50 juta ringgit.
Penyesuaian syarat modal minimum tersebut direspons oleh industri asuransi di Malaysia dengan melakukan penyuntikan modal, kapitalisasi cadangan hingga aksi merger dan akuisisi. Dampaknya adalah pada jumlah perusahaan asuransi yang menyusut lebih dari 50%. Tercatat sebelum 2009 jumlah perusahaan asuarnsi di Malaysia lebih dari 40, kemudian pada 2024 tersisa hanya 19.
"Namun dengan fundamental bisnis asuransi yang jauh lebih kuat," kata Diwe.
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23/2023, pemerintah menetapkan modal minimum yang harus dipenuhi perusahaan asuransi tahap pertama paling lambat Desember 2026, yakni Rp250 miliar untuk asuransi konvensional dan Rp100 miliar untuk asuransi syariah.
Kemudian di tahap kedua pada 2028, modal minimum tersebut dinaikkan menjadi Rp500 miliar bagi asuransi konvensional dan Rp200 miliar bagi asuransi syariah yang masuk dalam Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1. Sementara untuk kelompok KPPE 2, modal minimal yang harus dipenuhi sebesar Rp1 triliun bagi asuransi konvensional dan Rp500 miliar bagi asuransi syariah.
Sebelumnya, Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim Khoilul Rohman mengatakan meskipun peningkatan modal minimal idustri asuransi memiliki dampak positif, aturan tersebut juga berisiko meninggalkan efek negatif.
Dampak positifnya adalah pada akhirnya nanti perusahaan asuransi maupun reasuransi yang tersisa adalah perusahaan-perusahana yang terkualifikasi dan dipastikan memiliki ketahanan pencadangan. Hal ini akan membuat masyarakat semakin percaya terhadap industri ini dan diharapkan penetrasi asuransi semakin tinggi.
"Tapi di sisi lain sebagai nature perekonomian kalau player-nya tersegmentasi di 2,3,4 [pemain] tertentu akan ada struktur pasar oligopoli. Dan kita tahu semua, oligopoli konsekuensinya ada di pricing," kata Ibrahim saat ditemui di sela acara Media Gathering IFG Conference 2024 di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel