Bisnis.com, JAKARTA — Hasil riset yang dilakukan IFG Progress menunjukkan penerapan syarat modal minimum industri asuransi di berbagai negara memberikan dampak semakin kecilnya jumlah pemain di industri asuransi yang cukup signifikan. Saat jumlah pemain semakin sedikit, ada kekhawatiran terbentuk pasar oligopoli asuransi.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23/2023 telah menetapkan syarat modal minimum asuransi dan reasuransi yang batasnya naik bertahap, mulai dari 2026 hingga 2028.
Merespons kekhawatiran itu, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila mengatakan peningkatan ekuitas bagi perusahaan asuransi dan reasuransi ini dimaksudkan untuk memperbesar kapasitas di dalam negeri dan mendorong pengelolaan risiko yang lebih baik dan efisien.
"Kami menilai industri asuransi masih memiliki ruang yang luas untuk bertumbuh karena penetrasi yang masih rendah, asalkan kita dapat memperbaiki ekosistem yang ada sehingga mendukung industri yang lebih sehat ke depan," kata Iwan kepada Bisnis, dikutip pada Kamis (17/10/2024).
Saat ini, kata dia, OJK terus berkomunikasi dengan industri dan asosiasi untuk mendorong pemenuhan ketentuan permodalan tersebut. Iwan mengatakan saat ini banyak upaya yang sudah dilakukan oleh perusahaan untuk pemenuhan ketentuan ini, termasuk melihat kembali pasar yang akan dituju dan pemenuhan ketentuan modal.
Tidak ketinggalan, OJK juga terus mendorong penerapan pengelolaan risiko yang baik dalam menetapkan premi dan cadangan premi yang memadai serta penerapan control cycle untuk memastikan validitas asumsi yang digunakan dalam penetapan premi dan cadangan premi.
"Dengan disiplin ini diharapkan ekosistem industri perasuransian menjadi lebih baik dan sehat sehingga dapat tumbuh berkesinambungan ke depan," pungkasnya.
Adapun riset IFG Progress menunjukkan implementasi penyesuaian syarat modal minimal asurnsi umum di Malaysia berimbas pada penurunan tajam jumlah pemain asuransi, yang mulanya sebelum 2009 jumlahnya lebih dari 40, menjadi 37 pada 2009, menyusut menjadi 21 pada 2022, dan tersisa tinggal 19 pada 2024.
Tren yang sama juga terjadi di Thailand, di mana pada 2011 terdapat 73 pemain, mengecil menjadi 58 perusahaan pada 2019, dan tersisa 49 perusahaan pada 2023. Sementara di Filipina, pada 2010 tercatat ada 86 perusahaan, kemudian tersisa menjadi 55 perusahaan pada 2022.
Adapun hingga Agustus 2024, OJK mencatat terdapat 45 perusahaan asuransi dan reasuransi di Indonesia belum memenuhi modal minimum pada 2026. Rinciannya adalah terdapat 15 perusahaan asuransi jiwa, 23 asuransi umum, 3 asuransi jiwa syariah, 2 asuransi umum syariah, 1 perusahaan reasuransi, dan 1 perusahaan reasuransi syariah.
Sebelumnya, Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim Khoilul Rohman mengatakan meskipun peningkatan modal minimal industri asuransi memiliki dampak positif, aturan tersebut juga berisiko meninggalkan efek negatif.
Dampak positifnya adalah pada akhirnya nanti perusahaan asuransi maupun reasuransi yang tersisa adalah perusahaan-perusahaan yang terkualifikasi dan dipastikan memiliki ketahanan pencadangan. Hal ini akan membuat masyarakat semakin percaya terhadap industri ini dan diharapkan penetrasi asuransi semakin tinggi.
"Tapi di sisi lain sebagai nature perekonomian kalau player-nya tersegmentasi di 2,3,4 [pemain] tertentu akan ada struktur pasar oligopoli. Dan kita tahu semua, oligopoli konsekuensihya ada di pricing," kata Ibrahim saat ditemui di sela acara Media Gathering IFG Conference 2024 di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel