Bank Mandiri Singgung Daya Beli saat BI Alihkan Insentif Likuiditas ke Sektor Padat Karya

Bisnis.com,18 Okt 2024, 14:23 WIB
Penulis: Arlina Laras
Karyawan beraktivitas di kantor cabang PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), Jakarta, belum lama ini. Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) buka suara terkait keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mengalihkan insentif Kredit Likuiditas Mandiri (KLM) kepada bank-bank yang menyalurkan kredit ke sektor padat karya mulai 2025. 

Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman mengatakan hal ini merupakan langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama dalam konteks pemulihan pascapandemi. 

“Dengan fokus pada sektor padat karya, diharapkan akan terjadi peningkatan aliran kredit yang dapat memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat,” ujarnya kepada Bisnis pada Jumat (18/10/2024).

Menurutnya, ini penting demi mendorong pertumbuhan ekonomi lebih dari 5% tentunya harus ada peningkatan penciptaan lapangan kerja.

Sebelumnya, Bank Indonesia membeberkan alasan mengalihkan kebijakan pemberian insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) ke sektor padat karya.

Hal ini dilatarbelakangi oleh penyaluran kredit perbankan yang tumbuh 10,85% yoy per September 2024. Adapun, pertumbuhan yang moncer ini ditopang oleh sejumlah sektor, meliputi pertambangan sebesar 26,7%, listrik, gas dan air (LGA) 15,9% kemudian pengangkutan, telekomunikasi dan sebagainya mencapai 17,5%; dan jasa dunia usaha 16%.

“Jadi driver dari pertumbuhan kredit hingga bulan September itu lebih banyak memang sektor-sektor yang bersifat padat modal atau capital intensive seperti pertambangan dan sebagainya,” ujar Deputi Gubernur BI Juda Agung dalam Konferensi Pers RDG BI, Rabu (16/10/2024).

Sebagaimana diketahui, saat ini bank mendapatkan insentif kebijakan likuditas makroprudensial (KLM) apabila menyalurkan kredit ke sektor prioritas, yakni hilirisasi (minerba dan nonminerba), perumahan, pariwisata, dan sektor otomotif, perdagangan, LGA, dan jasa sosial. 

Dengan demikian, insentif yang sudah banyak diberikan kepada sektor-sektor padat modal, kini membuat BI akan memprioritaskan pemberian insentif kepada sektor-sektor yang bersifat padat karya atau labor intensive untuk mendorong penciptaan lapangan kerja.

Pasalnya, sektor padat karya untuk saat ini masih mencatatkan pertumbuhan yang mini, seperti pertanian yang tumbuh terbatas 7,4%, industri pengolahan yang salah satu yang terbesar juga hanya mencapai 7,22%, dan  perdagangan hanya tumbuh 8,4%.

“Jadi ini memang kita menggeser kepada sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja,” ucapnya. 

Pada saat yang sama, Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan bahwa kebijakan ini akan menciptakan siklus positif.  Dimulai dari peningkatan penyaluran kredit ke sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja, yang kemudian mendorong pertumbuhan sektor tersebut dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja. 

Selanjutnya, dengan bertambahnya lapangan kerja, pendapatan masyarakat akan meningkat, diikuti oleh peningkatan konsumsi, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

“Ini InsyaAllah kita akan kebut nih dalam bulan ini, bulan depan, supaya bisa efektif kita implementasikan per 1 Januari 2025,” tandas Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini