Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) mengungkapkan terdepresiasinya nilai tukar rupiah sepanjang bulan berjalan akibat memanasnya kondisi geopolitik.
Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan bahwa secara umum meski terjadi penurunan, stabilitas nilai tukar rupiah terjaga sesuai dengan komitmen kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia.
"Pelemahan nilai tukar tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan ketidakpastian global akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah," ujar Perry, dikutip pada Sabtu (19/10/2024).
Namun demikian, apabila dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi hanya sebesar 1,17%.
Perry melihat pelemahan terhadap rupiah, yang hingga 15 Oktober 2024 terdepresiasi 2,82%, masih lebih baik dibandingkan dengan pelemahan Peso Filipina, Dollar Taiwan, dan Won Korea yang masing-masing terdepresiasi sebesar 4,25%, 4,58%, dan 5,62%.
Dirinya meyakini nilai tukar rupiah diperkirakan stabil sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas perekonomian.
Perry juga mendorong seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI.
Hal itu untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk modal asing dan mendukung penguatan nilai tukar rupiah.
Atas hal tersebut juga, BI mengambil langkah untuk menahan suku bunga acuan BI Rate di level 6%, setelah pada bulan lalu melakukan pemangkasan 25 bps.
"Kami masih meyakini rupiah akan stabil dalam jangka pendek dan cenderung menguat dari waktu ke waktu ke depan," lanjut Perry.
BI pun akan mencermati ruang penurunan suku bunga dengan tetep memperhatikan porspek inflasi nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi domestik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel