Inklusi Masih Rendah, Mari Mengenal Asuransi Syariah

Bisnis.com,23 Okt 2024, 21:10 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Karyawan beraktivitas didepan logo-logo asuransi syariah di kantor Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Jakarta. Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA --- Indonesia salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, sebanyak 236 juta jiwa 84,35% dari total populasi Indonesia. Namun, penetrasi ekonomi syariah terutama asuransi masih jauh tertinggal.

Dengan jumlah populasi muslim yang tinggi sebenarnya Indonesia memiliki potensi industri keuangan syariah yang sangat besar. Dalam lima tahun terakhir, ekonomi dan keuangan syariah konsisten menunjukkan kemajuan positif, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Berdasarkan State of The Global Islamic Economy (SGIE) Report, pasar Islam Indonesia berada di peringkat ke-3 terbesar di dunia pada 2023. Data OJK juga menyebutkan, hingga Juni 2024, Total Aset Keuangan Syariah diketahui mencapai Rp2.756,45 triliun, atau tumbuh sebesar 12,48% di 2023 secara tahunan (year-on-year/YoY).

Perkembangan ini menunjukkan meningkatnya minat masyarakat terhadap penggunaan produk dan layanan keuangan berdasarkan prinsip syariah, termasuk asuransi syariah, yang mengedepankan prinsip kebaikan dan tolong menolong.

Walaupun tren tersebut menunjukkan arah positif, jumlah masyarakat yang melek akan keuangan berbasis syariah masih sangat rendah jika dibandingkan dengan pemahaman akan produk dan layanan keuangan secara konvensional.

Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, tingkat Literasi Keuangan Syariah tercatat mencapai 39,11%, di bawah tingkat Literasi Keuangan Nasional dan Konvensional sebesar 65,43% dan 65,09%. Sementara itu, tingkat literasi asuransi syariah di Indonesia hanya mencapai 3,99%, jauh lebih rendah dari literasi asuransi konvensional yang mencapai lebih dari 45%.

Adanya gap yang cukup besar antara literasi keuangan dan asuransi syariah dengan konvensional menunjukkan tantangan sekaligus peluang besar bagi industri agar mengupayakan peningkatan dan pemerataan literasi keuangan dan asuransi berbasis syariah di Indonesia, guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan di Indonesia. Hal ini perlu dimulai dari unit terkecil masyarakat, yaitu keluarga.

Konsultan Syariah dan Ekonom, Adiwarman Azwar Karim, menekankan pentingnya menanamkan pemahaman akan prinsip-prinsip manajemen keuangan syariah sejak dini dari keluarga, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia.

“Sebagai muslim, perlu hidup sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni hidup sederhana, berkecukupan, dan penuh manfaat bagi orang lain, termasuk dalam hal keuangan syariah. Nilai-nilai ini perlu ditanamkan sejak dini oleh orang tua di keluarga dalam keseharian, mewujudkan hidup yang penuh berkah,” kata Adiwarman, dikutip Rabu (23/10/2024).

Chief Actuary Officer, Prudential Syariah, Rina Elvi Roza menyatakan pentingnya membangun pemahaman akan manajemen keuangan syariah sejak dini dari keluarga, termasuk asuransi syariah.

“Kami percaya bahwa asuransi syariah memiliki prinsip-prinsip yang sangat indah dan dekat dengan masyarakat Indonesia, misalnya adanya dana tabarru yang menjadi pool fund yang kegunaannya untuk saling tolong menolong,” jelas Rina.

Prinsip dasar dalam keuangan syariah juga berlaku pada asuransi syariah. Dalam penerapannya, asuransi syariah memiliki nilai-nilai yang bertujuan membawa keberkahan bersama. Berikut nilai-nilai itu.

Pertama, Sesuai dengan prinsip syariah. Asuransi syariah memastikan setiap transaksi bebas dari Riba, Gharar dan Maysir. Ini menjadikan asuransi syariah sebagai salah satu perlindungan yang sesuai dengan nilai-nilai agama.

Kedua, asuransi syariah beroperasi berdasarkan prinsip tabarru' (sumbangan) dan ta'awun (kerjasama mutual). Prinsip tabarru' mendorong individu untuk berkontribusi ke dalam dana bersama, membantu mereka yang mengalami musibah kerugian. Sehingga terdapat adanya tolong menolong antar Peserta dan mendorong tanggung jawab bersama.

Ketiga, Dalam asuransi syariah, surplus dari dana tabarru' dibagikan di antara peserta. Model pembagian surplus ini memungkinkan peserta mendapatkan manfaat finansial lebih dari sekadar perlindungan terhadap risiko.

Keempat, perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola diwajibkan menjaga transparansi dalam operasional dan transaksi keuangan perusahaan. Peserta mendapatkan pemahaman yang jelas tentang bagaimana kontribusi dikelola dan dibagikan, sehingga membangun kepercayaan dan keadilan dalam sistem.

Kelima, asuransi syariah sejalan dengan prinsip kesejahteraan sosial dan tanggung jawab sosial perusahaan, dengan mengedepankan kesejahteraan individu dan juga berkontribusi pada pembangunan masyarakat. Dengan mendorong saling tolong menolong dan inisiatif amal, asuransi syariah membina budaya tanggung jawab sosial dan kasih sayang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rinaldi Mohammad Azka
Terkini