Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan simpanan berjangka alias deposito 5,3% per September 2024. Angka ini melambat dari bulan sebelumnya yang tumbuh 6,2% pada Agustus 2024. Lantas apa penyebabnya?
Berdasarkan data Analisis Uang Beredar yang dirilis BI, perlambatan ini terlihat dari penghimpunan dana pihak ketiga berdasarkan golongan nasabah. Pertumbuhan deposito korporasi, misalnya, tercatat sebesar 14% pada September 2024, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 15,4%.
Selanjutnya, deposito perorangan mencatatkan pertumbuhan negatif, yakni minus 2,7%, lebih dalam dibandingkan Agustus 2024 yang minus 2%.
Meski demikian, deposito dari golongan nasabah lainnya masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 5,6% pada September 2024, meningkat dari 4% pada Agustus 2024.
Menanggapi hal ini, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan fenomena ini memiliki kaitannya dengan perpindahan dana dari deposito ke opsi instrumen investasi lain, seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Surat Berharga Negara (SBN), hingga Obligasi Negara Ritel (ORI).
Menurutnya, sejumlah instrumen tersebut menawarkan imbal hasil yang tinggi mencapai 6%, sehingga ini menjadi daya tarik besar bagi nasabah untuk mengalihkan dananya.
“Jadi godaannya itu sangat tinggi untuk memindahkan sebagian dari dana-dana deposito yang betul-betul mereka tidak pakai,” ujarnya dalam Konferensi Pers Paparan Kinerja Kuartal III/2024, Rabu (23/10/2024).
Namun, Jahja menegaskan bahwa tidak semua nasabah akan memindahkan dana dari deposito ke SBN. Ini lantaran sebagian besar nasabah kerap membutuhkan likuiditas jangka pendek, seperti untuk kebutuhan dalam 1 hingga 3 bulan.
Oleh karena itu, nasabah hanya akan mengalihkannya ke instrumen investasi seperti SBN, ketika dana tersebut tidak akan mereka gunakan dalam waktu lama, misalnya 1-2 tahun,
“Pattern [pola] yang ada seperti ini. Karena tidak heran, perbedaan gap antara deposito bunga dengan government bond itu cukup besar. Tapi ini kan opsinya ada di customer,” ucapnya.
Pada saat yang sama, Jahja juga menekankan bahwa BCA sangat mendukung penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan berperan aktif sebagai market maker, yaitu pihak yang membantu pemerintah menjual SBN kepada berbagai jenis pembeli, baik investor asing, institusi lokal, maupun individu.
“Jadi, itu pilihan betul-betul ada di nasabah, disesuaikan dengan kebutuhan likuiditas Anda, jangka pendek ataupun jangka banyak. Kira-kira begitu,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui berdasarkan data Bank Indonesia, tercatat, suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada September 2024 masing-masing sebesar 4,75% dan 9,24%.
Pada laporan yang sama, suku bunga pasar uang (IndONIA) bergerak di sekitar BI-Rate, yaitu 6,16% pada 15 Oktober 2024. Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan tanggal 11 Oktober 2024 tercatat masing-masing pada level 6,69%, 6,79%, dan 6,84%, tetap menarik untuk mendukung aliran masuk modal asing.
Imbal hasil SBN tenor 2 tahun, per 15 Oktober 2024, menurun menjadi 6,31%, sementara imbal hasil SBN tenor 10 tahun meningkat menjadi 6,67% sejalan kenaikan yield UST tenor 10 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel