Prabowo Berencana Putihkan Utang Petani dan Nelayan, Begini Tanggapan Para Bankir

Bisnis.com,24 Okt 2024, 17:45 WIB
Penulis: Arlina Laras
Pekerja memindahkan ikan hasil tangkapan nelayan di Dermaga Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Selasa (9/7/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Sederet bankir dari BRI, BNI, hingga Bank Oke buka suara terkait rencana Presiden Prabowo Subianto untuk memutihkan utang sejumlah segmen nasabah di bank. 

Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo berencana untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pemutihan utang bank bagi petani, nelayan, dan kelompok UMKM. 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menyatakan bahwa perseroan masih akan menunggu diterbitkannya Peraturan Presiden terkait dengan pemutihan utang atau hapus tagih pelaku usaha.

Dirinya juga menjelaskan bahwa pengelolaan kredit bermasalah di industri pembiayaan biasanya dilakukan melalui mekanisme hapus buku dan hapus tagih. 

Pertama, hapus buku adalah kondisi penghapusan pencatatan pinjaman dari neraca dengan kriteria tertentu sesuai dengan kebijakan internal bank, seperti kategori macet dan sudah dicadangkan hingga 100%.

“Hapus buku tidak menghilangkan kewajiban debitur membayar pinjaman, sehingga penagihan tetap dilakukan,” katanya kepada Bisnis, Kamis (24/10/2024). 

Kedua, adalah hapus tagih yakni tindakan penghapusan kewajiban debitur atas kredit yang sudah dihapus buku, sehingga pinjaman tidak ditagih kembali. 

Adapun, kebijakan hapus tagih dilakukan pada kondisi dan persyaratan tertentu, misalnya nasabah yang terkena bencana alam nasional seperti tsunami Aceh tahun 2004 dan telah diputus dalam Rapat Umum Pemegang Saham.

Menurut Supari, kebijakan mengenai hapus tagih sebenarnya sudah diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Namun, implementasinya masih memerlukan peraturan pelaksanaan yang antara lain untuk menetapkan kriteria nasabah yang bisa dihapus tagih.

“Kami yakin kebijakan maupun peraturan pelaksanaan yang akan diterbitkan telah mempertimbangkan kepentingan pihak-pihak terkait,” ujarnya.  

Supari juga optimistis dengan adanya sinergi antara pemerintah dan sektor keuangan, termasuk BRI akan terus mendorong kemajuan UMKM Indonesia, serta mewujudkan ekonomi kerakyatan yang inklusif dan berkeadilan.

Sementara itu, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menegaskan bahwa perseroan mendukung sepenuhnya soal pemutihan utang untuk UMKM.

Meski demikian, dirinya mengingatkan bahwa ada hal-hal penting yang perlu diperhatikan oleh pemerintah untuk menghindari moral hazard terkait wacana ini.

“Dibatasi [pemutihan utang] terutama akibat bencana nasional termasuk Covid-19,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (24/10/2024). 

Pengunjung melihat produk UMKM di Jakarta/Bisnis-Abdurachman

Saat disinggung terkait kesiapan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dalam melakukan penghapusan tagih, selain dari praktik write off yang selama ini dilakukan, Royke menambahkan bahwa sebaiknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Aparat Penegak Hukum (APH) terlibat dalam penyusunan kebijakan pemutihan utang ini.

“Usul sebaiknya OJK dan APH terlibat didalam penyusunan Kebijakan tersebut,” ucapnya. 

Tak hanya dari kelompok bank pemerintah, bank swasta seperti PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) juga masih mempelajari regulasi yang akan diterbitkan tersebut secara lebih jauh.

Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengatakan dampak dari pemutihan kredit-kredit yang sudah dihapus buku atau hapus tagih ini bagi bank sendiri sudah tidak ada, karena kredit-kredit tersebut sudah dikeluarkan dari neraca bank.

“Jadi, tidak akan mempengaruhi kinerja keuangan bank,” katanya kepada Bisnis, Kamis (24/10/2024).

Dirinya menuturkan jika regulasi sudah jelas dan dapat diimplementasikan secara baik, maka hal ini akan memberikan dampak positif berupa peningkatan daya beli petani dan nelayan, serta memperkuat sektor UMKM.

Dengan demikian, hal ini akan berujung pada pertumbuhan ekonomi lokal dan bisa juga terjadi peningkatan loyalitas nasabah.

Namun, Efdinal juga memperingatkan adanya dampak negatif yang mungkin muncul, di mana kebijakan ini dapat membuat beberapa nasabah kurang disiplin dalam mengelola utang, berpikir bahwa utang mereka bisa dihapuskan tanpa konsekuensi, yang berpotensi menciptakan masalah moral hazard.

“Jadi penting untuk adanya regulasi yang jelas agar tidak dapat disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan merugikan pelaku UMKM yang baik dan jujur dan selain itu regulasi ini juga dapat diimplementasikan secara baik,” tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  1. 1
  2. 2
Tampilkan semua
Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini