Meski Tumbuh Solid, Bankir Ungkap Risiko Konsentrasi Simpanan di Segmen Korporasi

Bisnis.com,30 Okt 2024, 14:28 WIB
Penulis: Arlina Laras
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat dana pihak ketiga (DPK) perorangan terus melambat, bahkan pertumbuhannya tak lebih dari 1% per September 2024. Kondisi ini berbanding terbalik dengan simpanan korporasi yang justru tumbuh stabil di angka dobel digit.

Tercatat, berdasarkan golongan nasabah, DPK atau simpanan nasabah perorangan hanya tumbuh sebesar 0,6% yoy pada September 2024, lebih rendah dibandingkan Agustus 2024 yang tumbuh 1%. Angka ini pun jauh di bawah pertumbuhan Januari 2024 yang sempat mencapai 5,4% yoy.

Sementara itu, pada periode yang sama, DPK korporasi tumbuh sebesar 13,5% yoy relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yaitu 13,4% pada Agustus 2024. Bahkan, pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dibanding Januari 2024 yang hanya 6,2%. 

Menanggapi hal ini, Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) Efdinal Alamsyah menyampaikan bahwa DPK korporasi cenderung lebih volatil dibandingkan DPK perorangan. Tercatat, per akhir September 2024 komposisi DPK terdiri dari 45% ritel dan 55% korporasi.

“Perusahaan dapat menarik dana dalam jumlah besar secara tiba-tiba, yang dapat mempengaruhi likuiditas bank,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (29/10/2024).

Selain itu, menurutnya jika DPK bank terlalu terfokus pada segmen korporasi tertentu, bank berisiko terkena dampak negatif apabila sektor tersebut mengalami penurunan atau masalah atau risiko konsentrasi. 

Bahkan, kata Efdinal dalam kondisi ekonomi yang lesu, banyak korporasi yang mungkin akan mengurangi simpanan mereka, sehingga mengakibatkan fluktuasi yang signifikan pada DPK bank.

Alhasil, untuk meminimalisir risiko, Bank Oke terus mengutak atik strategi demi menarik nasabah perorangan lewat beragam penawaran produk simpanan seperti bunga kompetitif atau layanan perbankan yang lebih baik. 

Karyawan melayani nasabah di salah satu cabang PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) di Jakarta, Jumat (8/5/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Selain itu, Bank Oke juga terus memperkuat platform digital untuk memudahkan nasabah perorangan dalam melakukan transaksi dan manajemen keuangan, sehingga diharapkan dapat menarik lebih banyak nasabah. 

“Bank juga mengembangkan program loyalitas untuk nasabah perorangan agar mereka lebih termotivasi untuk menyimpan dana dalam jangka panjang,” ujarnya. 

Senada, Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (Bank BJB) Yuddy Renaldi mengatakan besarnya dana korporasi dalam portofolio DPK berdampak pada risiko konsentrasi apabila komposisi dana nasabah terlampau besar terhadap DPK yang dimiliki. 

Namun demikian, kata Yuddy, nasabah korporasi juga dibutuhkan perbankan untuk sebagai dana pelampung untuk mengimbangi permintaan kredit yang tinggi juga menjaga maturity profil yang dimiliki.

“Jika konsentrasi nasabah korporasi terlampau besar, [maka] setiap penarikan dari nasabah tersebut akan berdampak terhadap kondisi likuiditas bank,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (29/10/2024).

Menurutnya, sebagai bank daerah, pihaknya memiliki karakteristik tersendiri terhadap komposisi DPK untuk menopang likuiditas, di mana selain dana korporasi terdapat juga dana pemerintah daerah, sehingga dapat menyeimbangkan komposisi dana yang ada.

Tercatat, untuk komposisi DPK Bank BJB terdiri dari 40% dana korporasi, 30% dana pemda, dan 30% retail individu. 

“Untuk dana perorangan di saat daya beli saat ini [yang sedang lesu] kami juga membidik nasabah-nasabah individu besar melalui layanan prioritas,” ujarnya. 

Di sisi lain, Head of Research LPPI Trioksa Siahaan menilai pertumbuhan yang beda arah antara perorangan dan korporasi menandakan dari sisi DPK individu banyak terpakai untuk membiayai kebutuhan hidup.

Selain itu, kemungkinan juga terdapat indikasi penurunan income pada kelas middle low sehingga menggunakan tabungannya untuk membiayai kebutuhan hidup.

“Sedangkan, di sisi korporasi dengan semakin banyaknya simpanan menunjukkan adanya perlambatan ekspansi,” katanya.

Trioksa menuturkan bila hal ini terjadi terus menerus akan dapat berdampak pada likuiditas. Solusinya adalah perlu adanya investasi baru atau ekspansi dan memperbesar peluang kelas menengah untuk meningkatkan pendapatannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini