Bisnis.com, JAKARTA - Outstanding pinjaman dari perbankan dalam negeri kepada P2P lending per Agustus 2024 tercatat sebesar Rp40,54 triliun. Angka tersebut tumbuh 61,01% year on year (yoy) dibanding Agustus 2023, atau tumbuh 30,17% year to date (YtD) dibanding Januari 2024. Secara bulanan angka itu juga tumbuh 5% month to month (mtm) dibanding Juli 2024.
Pinjaman dari industri perbankan tersebut juga mendominasi dari total outstanding pinjaman dalam negeri kepada P2P lending per Agustus yang mencapai Rp58,07 triliun.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan alasan mengapa bank doyan menyuntik pinjaman kepada P2P lending. Selain mendapat keuntungan dari bunga pinjaman, menurutnya alasan bank memberi pinjaman ke P2P lending adalah untuk perluasan ekosistem nasabah.
"Makanya kita sering melihat kolaborasi antara perbankan dengan fintech P2P lending. Borrower di fintech P2P lending bisa menjadi nasabah di perbankan kelak. Pihak perbankan pun juga mempunyai keharusan menyalurkan uang nasabahnya ke beberapa instrumen, salah satunya melalui fintech P2P lending," kata Huda kepada Bisnis, Selasa (4/11/2024).
Berbeda dengan bank, outstanding pinjaman lender dari industri keuangan non bank (IKNB) turun. Tercatat outstanding IKNB dalam negeri per Agustus 2024 sebesar Rp1,14 triliun. Angka tersebut secara bulanan turun 1,8% mtm dan secara tahunan juga turun 2% yoy. Bahkan dibanding Januari 2024, outstanding tersebut mengalami koreksi 23,8% ytd.
Selain lender IKNB, outstanding dari lender perorangan dalam negeri juga terkoreksi. Menurut Huda, mereka melihat manfaat dari P2P lending cukup berkurang dan memilih investasi di sektor lainnya.
"Terlebih memang bunga investasi lainnya masih cukup tinggi, misalkan di bunga obligasi. Investor ritel akan cenderung memilih berinvestasi di instrumen investasi yang mendatangkan keuntungan moderat/tinggi namun cukup aman. Begitu juga dengan investor IKNB," pungkas Huda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel