Kata Pengamat Soal Kasus Asuransi Bermasalah di Indonesia

Bisnis.com,11 Nov 2024, 08:43 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Senin (28/10/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Industri asuransi Indonesia masih menghadapi tantangan besar dengan beberapa perusahaan yang terkena masalah seperti PT Asuransi Adisarana Wanaartha atau Wanaartha Life (dalam likuidasi), PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life), PT Asuransi Jiwasraya (Persero), hingga Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera. 

Kasus-kasus tersebut menarik perhatian publik, terutama setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil tindakan tegas, termasuk pemberian sanksi dan revisi rencana penyelamatan. Pengamat asuransi Mike Rini pun memberikan pandangannya terkait dengan langkah-langkah regulator serta solusi agar masalah serupa tidak terulang di masa depan.

Mike mengatakan kasus-kasus tersebut mencerminkan masalah mendalam yang terjadi di dalam industri asuransi Indonesia, khususnya terkait dengan manajemen risiko dan praktik investasi yang tidak prudent. 

“Jiwasraya dan Bumiputera menghadapi masalah likuiditas dan solvabilitas yang cukup parah, yang berakar pada manajemen risiko yang buruk,” kata Mike kepada Bisnis, pada Minggu (10/11/2024). 

Untuk Jiwasraya, Mike mengungkap sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU) yang diberikan oleh OJK menunjukkan seberapa besar masalah yang dihadapi perusahaan ini. OJK juga menunggu Peraturan Pemerintah (PP) untuk pembubaran, yang semakin menunjukkan keparahan situasi Jiwasraya. Meski kasus Bumiputera menurunya tidak separah Jiwasraya, Mike mengungkapkan bahwa masalah yang ada tetap cukup serius. 

“Meski OJK telah meminta perusahaan ini untuk merevisi RPK [Rencana Penyehatan Keuangan], pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Pembayaran klaim yang baru mencapai Rp319 miliar dari target Rp2,8 triliun di akhir tahun menunjukkan bahwa AJB Bumiputera masih kesulitan dalam menyelesaikan masalah keuangannya,” tambahnya.

Mike beranggapan  bahwa meski langkah-langkah yang diambil OJK cukup tegas, namun demikian implementasinya masih kurang maksimal. Pada kasus AJB Bumiputera, dia melihat bahwa pengawasan dan intervensi OJK masih perlu ditingkatkan.

“Pembayaran klaim yang jauh dari target menjadi bukti bahwa OJK perlu lebih intensif dalam mengawasi proses penyelamatan perusahaan ini. Pembayaran klaim yang lebih cepat dan efisien harus menjadi prioritas agar perusahaan ini bisa segera mengatasi masalah keuangannya,” ujarnya.

Terkait dengan langkah-langkah yang harus diambil OJK agar kasus serupa tidak terjadi lagi, Mike Rini menyarankan beberapa tindakan penting. Pertama, OJK harus memperketat regulasi dan pengawasan terhadap perusahaan asuransi, terutama dalam hal manajemen risiko dan praktik investasi. 

Kemudian, transparansi yang lebih besar dalam pelaporan keuangan dan operasional perusahaan asuransi juga harus didorong.  Lebih lanjut, Mike juga menekankan pentingnya sistem peringatan dini yang lebih efektif untuk mendeteksi masalah di perusahaan asuransi sebelum mereka berkembang menjadi krisis. 

“OJK sebaiknya mewajibkan audit independen secara berkala untuk setiap perusahaan asuransi. Selain itu, penerapan sanksi yang lebih tegas dan cepat terhadap perusahaan yang melanggar aturan perlu dilakukan,” katanya.

Reformasi tata kelola perusahaan juga sangat penting untuk mencegah terulangnya masalah serupa. “Pengangkatan direksi dan komisaris yang kompeten dan berintegritas, serta penerapan strategi diversifikasi risiko investasi yang lebih baik, harus menjadi prioritas dalam industri asuransi,” ungkap Mike.

Selain langkah-langkah di atas, Mike juga menyoroti pentingnya meningkatkan literasi keuangan masyarakat, khususnya dalam bidang asuransi. “Masyarakat perlu memiliki pemahaman yang lebih baik tentang manfaat dan risiko produk asuransi. Dengan begitu, mereka bisa membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam memilih produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan mereka,” katanya.

Menurutnya, dengan pemahaman yang lebih baik mengenai asuransi, masyarakat akan lebih sadar akan hak-hak mereka sebagai pemegang polis dan dapat lebih cepat menangani klaim yang mungkin terjadi. “Ini adalah aspek yang sangat penting untuk menciptakan industri asuransi yang lebih sehat dan terpercaya,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini