Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatanmenghadapi tantangan serius dalam menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pasalnya, pada 2024 ini kondisi defisit badan makin kuat setelah dimulai pada tahun lalu.
Mahlil Ruby, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, menyebut terdapat dua fenomena yang menyebabkan badan publik kembali defisit. Kondisi itu yakni pertama pendapatan premi yang stagnan. Sedangkan yang kedua, biaya pelayanan (cost) yang meroket.
Menurut Mahlil Ruby, selama beberapa tahun terakhir, terdapat kesenjangan yang semakin besar antara premi yang diterima BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dikeluarkan untuk menanggung layanan kesehatan peserta. Kesenjangan ini berpotensi menyebabkan defisit yang serius. Jika tidak ada kebijakan baru atau langkah penyesuaian, BPJS Kesehatan berisiko mengalami gagal bayar pada 2025 atau 2026.
“Jadi ini kami sudah menuju kepada gagal bayar,” kata Mahlil dalam peluncuran buku tabel morbiditas penduduk Indonesia di Jakarta, Senin (11/11/2024).
Jika diperinci, dia menjelaskan fenomena premi stagnan disebabkan oleh kenaikan upah peserta yang tergolong rendah. Mahlil mencontohkan bahwa banyak peserta kelas III yang upahnya tidak mengalami kenaikan signifikan, sehingga kontribusi iuran yang diterima BPJS Kesehatan tidak cukup untuk menutupi peningkatan biaya pelayanan kesehatan.
Masalah ini diperburuk oleh data upah yang tidak akurat, seperti kasus pada 2023 saat BPJS Kesehatan diminta mengembalikan dana sebesar Rp3,1 triliun akibat kesalahan data penerima bantuan iuran (PBI). Kesalahan data ini menyebabkan adanya peserta yang tidak semestinya masuk dalam kategori PBI, sehingga menambah beban finansial BPJS Kesehatan.
Kondisi stagnan juga terjadi di mana banyak pemda yang berutang biaya premi dalam jumlah ekstrem. Kendala lain adanya kebocoran peserta di mana jumlah pendaftar sangat besar namun yang rutin membayar.
Mahlil juga mengungkapkan bahwa ada peningkatan biaya pelayanan terutama untuk kasus penyakit berbiaya tinggi serta potensi fraud di rumah sakit. Fenomena seperti peningkatan kasus penyakit kronis menjadi salah satu penyebab naiknya biaya pelayanan. Di sisi lain, kenaikan kelas rumah sakit juga memicu lonjakan biaya pelayanan yang harus ditanggung BPJS Kesehatan.
“Peningkatan kasus penyakit berbiaya mahal itu makin tinggi, peningkatan kelas rumah sakit, dan potensi fraud [turut menjadi pendorong],” kata Mahlil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel