Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 47/2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Selasa (5/11/2024) lalu.
Kebijakan ini, menurut Prabowo, diharapkan mampu memberikan dukungan bagi sektor-sektor yang berperan penting dalam ketahanan pangan dan perekonomian nasional, khususnya pelaku UMKM di bidang pertanian hingga nelayan.
Beleid tersebut mengatur perihal penghapusan piutang macet yang dilakukan bank dan/atau lembaga keuangan non-bank BUMN kepada UMKM dengan cara penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang macet, serta pemerintah kepada UMKM dengan cara penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak piutang negara macet.
Berdasarkan Pasal 19, kebijakan penghapusan piutang macet itu berlaku untuk jangka waktu selama 6 bulan sejak berlakunya PP tersebut. Artinya, baik bank maupun lembaga keuangan non-bank BUMN mesti rampung menjalankan amanat aturan itu selambat-lambatnya pada Mei 2025.
Khusus bank dan/atau lembaga keuangan non-bank BUMN, ketentuan penghapusbukuan piutang macet meliputi piutang yang telah dilakukan upaya restrukturisasi maupun yang telah dilakukan upaya penagihan, tetapi tetap tidak tertagih. Hal ini diatur dalam Pasal 4.
Kemudian dalam Pasal 6, hapus tagih dapat dilakukan terhadap piutang macet yang telah dihapusbukukan, dengan kriteria antara lain nilai pokok paling banyak sebesar Rp500 juta rupiah per debitur atau nasabah; telah dihapusbukukan minimal 5 tahun sejak aturan ini berlaku; bukan pembiayaan yang dijamin asuransi/penjaminan; serta tidak terdapat agunan kredit atau pembiayaan.
Terkait potensi kerugian dalam melaksanakan aturan ini, Pasal 7 ayat (2) menjelaskan bahwa kerugian bank bersangkutan bukan merupakan kerugian keuangan negara sepanjang dapat dibuktikan tindakan dilakukan itikad baik, ketentuan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar, dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Selain itu, bank juga diwajibkan melakukan dokumentasi dengan baik dalam pelaksanaan regulasi tersebut, termasuk melakukan pemutakhiran data debitur yang dikategorikan lunas dalam sistem layanan informasi keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK).
Dengan demikian, debitur atau nasabah yang telah dinyatakan lunas dari piutang dapat mengajukan permohonan kredit atau pembiayaan UMKM kembali. Hal ini diatur dalam Pasal 10 beleid yang sama.
Dari sisi bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. alias BRI (BBRI) mengaku sedang mempersiapkan perangkat kebijakan internal agar aturan baru ini dapat diimplementasikan dengan baik.
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menyampaikan dengan adanya kebijakan ini maka pelaku UMKM yang sebelumnya tidak bisa mendapatkan pembiayaan karena masuk dalam daftar hitam (blacklist), tetapi masih memiliki potensi usaha kini dapat memiliki kesempatan kembali untuk mengakses pembiayaan, sehingga bisa melanjutkan dan mengembangkan usahanya.
“Di samping itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat menguntungkan pelaku UMKM dan juga dapat menjadi sumber pertumbuhan baru bagi BRI,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (6/11/2024).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel