Bisnis.com, JAKARTA— Perusahaan pembiayaan PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) atau CIMB Niaga Finance turut menanggapi terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
POJK tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengamanatkan bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk dapat menyelenggarakan kegiatan usaha bulion, yaitu kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas dalam bentuk simpanan emas, pembiayaan emas, perdagangan emas, penitipan emas, atau kegiatan lainnya yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan.
Aturan tersebut diharapkan mendorong mendorong LJK agar dapat menjembatani supply and demand terhadap kebutuhan emas.
Terkait hal tersebut, Presiden Direktur CNAF Ristiawan Suherman mengatakan perusahaan belum berminat terhadap pembiayaan emas. Sampai saat ini, lanjutnya, CNAF fokus pada pembiayaan kendaraan roda empat.
“CNAF melihat industri otomotif dan pembiayaan masih sangat menarik dan banyak peluang untuk tumbuh,” kata Ristiawan kepada Bisnis pada Jumat (15/11/2024).
Ristiawan mengatakaan ini didukung dengan optimisme dari berbagai sektor seperti Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang menargetkan sektor otomotif akan reborn pada 2025. Serta keyakinan dari pemerintah ekonomi Indonesia akan tumbuh positif dan inflasi akan terjaga dengan baik pada tahun depan.
“CNAF yakin optimisme tersebut akan menjadikan industri ini masih sangat menarik dan banyak ruang untuk dapat terus tumbuh lebih sehat lagi,” kata Ristiawan.
Sebelumnya, Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengungkapkan pandangannya terkait dengan dampak aturan POJK 17/2024 terhadap sektor keuangan, khususnya industri non-bank seperti multifinance.
Menurut Huda, peluang bagi industri multifinance untuk memasuki bisnis bulion cukup besar. Dia melihat potensi bisnis emas sebagai “safe haven” investasi semakin diminati oleh investor, terutama mereka yang menghindari risiko.
Huda menjelaskan bahwa harga emas secara tahunan bisa mengalami kenaikan sekitar 10%-20%, angka yang relatif tinggi dibandingkan dengan instrumen investasi lain seperti saham atau obligasi.
“Ketika ada gula, tentu ada semut. Ketika ada keuntungan, pelaku bisnis akan masuk,” kata Huda kepada Bisnis, Jumat (15/11/2024).
Dia menilai bisnis investasi emas akan semakin ramai dengan banyaknya pemain baru yang tertarik memanfaatkan peluang ini. Selama ini, PT Pegadaian menguasai pangsa pasar terbesar di sektor emas, diikuti oleh bank syariah, seperti PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI). Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan investasi lainnya, termasuk perusahaan multifinance akan memasuki pasar ini.
Huda menilai potensi pasar emas di masa depan masih sangat besar. Ketidakstabilan ekonomi global sering kali membuat emas menjadi pilihan investasi yang lebih aman bagi investor.
Di sisi lain, tantangan tetap ada, terutama ketika harga saham naik. “Ketika harga saham naik, biasanya harga emas akan turun atau stagnan,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel