Tolak Iuran BPJS Kesehatan Naik, YLKI Minta Solusi yang Tak Korbankan Rakyat

Bisnis.com,16 Nov 2024, 17:22 WIB
Penulis: Akbar Maulana al Ishaqi
Karyawan melayani peserta di salah satu kantor cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jakarta, Selasa (12/7/2022). / Bisnis-Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak wacana kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Rencananya kenaikan iuran tersebut akan diberlakukan mulai 2025. Alasannya salah satunnya untuk menghindari risiko defisit BPJS Kesehatan.

Plt. Ketua Pengurus Harian YLKI Indah Suksmaningsih mengatakan kondisi daya beli masyarakat saat ini belum pulih sepenuhnya dari dampak Covid-19. Menurutnya kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan memperberat kondisi masyarakat.

"Apakah defisit itu selalu indentik dengan perlu dan harus menaikan tarif iuran? Mengapa beban defisit harus dilempar ke pundak konsumen secara semena-mena? Kalau seperti itu pemecahannya, maka ada kesesatan pikir dalam mengartikan pelayanan publik," kata Indah dalam keterangan resmi, Sabtu (16/11/2024). 

Indah menilai banyak opsi yang bisa dilakukan pemerintah daripada harus menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Misalnya, efisiensi subsidi energi yang menurutnya selama ini belum 100% tepat sasaran, atau mengoptimalkan anggaran APBN/APBD untuk lebih diprioritaskan kepada sektor kesehatan.

"Alokasi sekitar 6% dari APBN untuk sektor kesehatan secara menyeluruh, menunjukkan bukti bahwa prioritas pemerintah dalam menyehatkan warga negaranya belumlah dianggap prioritas," kata Indah.

Di sisi lain, YLKI juga menyoroti berbagai kasus fraud dalam pelaksanaan program JKN BPJS Kesehatan. Menurutnya hal itu harus segera bisa dihentikan dan pemerintah bisa lebih tegas dalam pengawasan dan pemberian sanksi.

Menurutnya, prinsip gotong royong dalam operasional layanan publik BPJS bukan saja antarkonsumen mampu dan tidak mampu, tetapi juga gotong royong dalam arti luas termasuk peran pemerintah dalam pengalokasian anggaran serta contoh penghematan dari jajaran manajemen BPJS itu sendiri.

Jika semua itu sudah dilakukan, YLKI optimis kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan tidak perlu terjadi, atau sekurang-kurangnya menjadi sebuah pilihan terakhir setelah semuanya dijalankan.

"Konsumen sebagai pembayar pajak [tax payers] pada negara, janganlah dianggap sebagai sapi perah yang dapat dengan semena-mena dijadikan tumbal logika sesat pikir," kata Indah.

Saat ini YLKI berharap kepada pemerintahan Prabowo-Gibran untuk memberikan solusi dari wacana kenaikan tarif ini. Indah bilang, jangan sampai Prabowo-Gibran yang dikenal pro rakyat ini memberikan kado pahit di awal masa pemerintahannya.

"Bagi pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, kini tibalah saatnya untuk membersihkan pola pikir dan praktik dari banyak instansi dan lembaga pelayan publik yang mampunya cuma membebani masyarakat konsumen dengan menaikkan segala macam tarif melalui segudang alasan, di luar nalar yang ada," pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan penyesuaian tarif BPJS Kesehatan diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59/2024. Beleid itu mengamanatkan penetapan tarif dan iuran Kelas Rawat Inap Standard (KRIS) ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025. 

"Nanti 30 Juni atau 1 Juli 2025 akan ditentukan kira-kira berapa iuran, paket manfaat dan juga tarifnya," kata Ghufron ditemui usai peluncuran buku tabel morbiditas penduduk Indonesia yang digelar BPJS Kesehatan dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta, Senin (11/11/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wibi Pangestu Pratama
Terkini