Bisnis.com, JAKARTA - Industri teknologi finansial urun dana (securities crowdfunding/SCF) mencatatkan total penghimpunan dana Rp1,49 triliun pada pertengahan November 2024. Angka itu tercatat melampaui kinerja sepanjang periode 2023 dan sesuai proyeksi pertumbuhan dari para penyelenggara.
Berdasarkan data Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) per 17 November 2024, total penghimpunan dana itu berasal dari 780 proyek di 16 platform penyelenggara tekfin SCF resmi, dengan total partisipasi investor mencapai 184.724 akun pemodal.
Sebagai perbandingan, jumlah proyek yang diterbitkan anggota ALUDI sepanjang 2023 mencapai 550 penerbitan dengan total dana dihimpun Rp1,12 triliun, dengan partisipasi 168.739 akun pemodal.
Sekretaris Jenderal ALUDI Patrick Gunadi menjelaskan bahwa capaian jelang akhir tahun 2024 itu terbilang berada pada jalur yang tepat, sesuai proyeksi target tahunan dari para pemain yang tergabung dalam asosiasi.
"Semua aspek tampak bertumbuh. Penghimpunan dana proyek urun dana yang diluncurkan para anggota ALUDI pun sebenarnya sudah mencapai Rp1 triliun sebelum pertengahan tahun. Jadi capaian ini sesuai ekspektasi," jelasnya ketika dihubungi Bisnis.com, Senin (18/11/2024).
Berdasarkan catatan kinerja masing-masing platform, tiga besar penyelenggara urun dana yang paling banyak melakukan penghimpunan dana sepanjang tahun ini adalah Shafiq dengan Rp534,67 miliar dari 229 proyek, disusul Bizhare dengan Rp244,82 miliar dari 162 proyek, dan LandX dengan Rp227,83 miliar dari 45 proyek.
Adapun, proyek urun dana dengan jumlah paling dominan berasal dari usaha restoran atau F&B sebesar 24,3% dari total. Selanjutnya, ada usaha manufaktur dengan 15,1%, usaha bidang konstruksi 8,8%, serta usaha terkait agrikultur dan usaha terkait perdagangan & retail yang sama-sama mengambil porsi 7,9%.
"Antusiasme terhadap industri ini sudah mulai membesar. Mungkin karena beberapa platform sudah sering terdengar juga di kalangan masyarakat, sehingga turut membuat total investor bertumbuh cukup besar," tambahnya.
Sebelumnya, ALUDI memproyeksi total nilai proyek penghimpunan dana sepanjang tahun ini bisa mencapai Rp1,5 triliun, atau setidaknya melampaui tingkat rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) industri di kisaran 30% per tahun.
Sebagai gambaran, ketika industri ini berdiri pada 2019, total penyelenggara baru ada 5 platform dengan penghimpunan dana baru Rp60,5 miliar dari 49 proyek urun dana. Jumlah investor yang masuk pun baru sekitar 5.000 orang.
Kala itu, tekfin urun dana masih berstatus equity crowdfunding alias hanya bisa mengakomodasi proyek urun dana berupa penerbitan saham. Industri tekfin ini lantas berubah menjadi SCF pada kisaran 2021, sehingga turut bisa mengakomodasi instrumen surat utang atas penerbitan proyek urun dana.
Terkini, proyek urun dana terbesar bahkan didominasi instrumen penerbitan sukuk sejumlah 373 proyek dengan penghimpunan dana Rp735,13 miliar, disusul instrumen penerbitan saham sejumlah 306 proyek dengan penghimpunan dana Rp672,11 miliar. Adapun, instrumen obligasi dan instrumen saham syariah hanya mengambil porsi kecil.
Sekadar info, tekfin SCF pada prinsipnya menjembatani pemilik proyek dengan investor atau pemodal, mirip-mirip lembaga keuangan pada umumnya. Namun, skemanya tak seperti penyaluran kredit atau pinjam-meminjam, melainkan distribusi kepemilikan efek.
Oleh sebab itu, penerbit dan investor dalam transaksi di platform SCF harus sama-sama terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Setiap investor akan mendapatkan kepemilikan saham maupun surat utang dari proyek urun dana yang diikutinya. Alhasil, potensi keuntungan yang didapatkan investor bukan berupa bunga, melainkan berasal dari dividen atau imbal hasil surat utang atas proyek urun dana tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel