Bisnis.com, JAKARTA — Stabilisasi rupiah menjadi alasan utama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo kembali menahan suku bunga acuan BI Rate pada level 6%.
Perry menyampaikan meski rupiah mengalami depresiasi sebesar 2,74% sepanjang tahun ini (hingga 19 November) dari akhir 2023, namun tidak sedalam mata uang negara lain seperti dolar Taiwan, peso Filipina, dan won Korea yang masing-masing terdepresiasi sebesar 5,26%, 5,83%, dan 7,53%.
Setidaknya, Perry memiliki empat instrumen yang dapat menahan depresiasi rupiah tidak semakin dalam.
Pertama, BI Rate yang ditahan dalam dua bulan terakhir berfokus kepada stabilisasi rupiah.
Di mana pada dasarnya kebijakan suku bunga berperan dalam menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah melalui kontrol terhadap arus modal masuk maupun keluar serta ekspektasi pasar.
Kedua, Bank Indonesia terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
Ketiga, mengoptimalkan instrumen Sekuritas Rupiah BI (SRBI) agar terjadi inflow atau arus masuk modal asing yang akan memperkuat rupiah.
Tercatat penerbitan SRBI telah mendukung upaya peningkatan aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri dan penguatan nilai tukar kupiah. Kepemilikan nonresiden dalam SRBI mencapai Rp250,18 triliun atau 25,8% dari total outstanding.
“Ini kan membantu stabilisasi nilai tukar. Tadi ada potensi arus keluar di Indonesia, SRBI masih bisa masuk dan mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (20/11/2024).
Keempat, Perry menekankan pihaknya terus melakukan koordinasi dengan menteri keuangan dalam menjaga stabilitas Surat Berharga Negara (SBN), melalui dari pasar sekunder.
SRBI Laris Manis
Adapun, Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro melihat hal tersebut sebagai isyarat BI akan menggunakan SRBI lebih agresif lagi untuk menarik investor asing dan menstabilkan rupiah.
Pada lelang terakhir pada 8 November, bank sentral menerbitkan SRBI senilai Rp30 triliun dan menjadi penyerapan likuiditas tertinggi dalam empat bulan terakhir, dengan rata-rata imbal hasil 12 bulan sebesar 7,04%.
Minat asing terhadap SRBI juga tercermin dari penerbitan SRBI yang jauh lebih besar dari Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter pro market.
Sepanjang tahun ini hingga 18 November 2024, posisi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI masing-masing tercatat senilai Rp968,82 triliun, US$3,39 miliar dolar, dan US$387 juta.
Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan tanggal 15 November 2024 tercatat masing-masing pada level 6,79%, 6,85%, dan 7,07%.
Posisi tersebut lebih tinggi dari Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan tanggal 11 Oktober 2024 tercatat masing-masing pada level 6,69%, 6,79%, dan 6,84%.
Meski demikian, BI perlu bekerja lebih keras lagi dalam menjaga rupiah. Pada pembukaan perdagangan hari ini, rupiah turun 0,39% atau 62,5 poin melaju ke posisi Rp15.933 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terlihat melemah 0,08% ke posisi 106,514.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel