Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti sejumlah risiko yang perlu diperhatikan perbankan. Salah satunya soal tren penurunan kredit restrukturisasi yang sebagian kecil berubah menjadi rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
Dalam Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan II/2024, OJK menyebut ke depan tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan risiko likuiditas di tengah masih tingginya ketidakpastian global seperti risiko ketidakpastian suku bunga, perkembangan ekonomi China, serta kenaikan tensi geopolitik yang dapat berpotensi meningkatkan tekanan ekonomi domestik
“Adapun terkait kredit yang direstrukturisasi juga mengalami penurunan dengan jumlah yang relatif kecil yang berubah menjadi NPL,” lapor OJK yang dikutip pada Kamis (21/11/2024).
Hal ini sejalan dengan OJK yang terus mengimbau perbankan untuk memperhatikan kualitas pelaksanaan restrukturisasi sekaligus terus mengkaji prospek pemulihan debitur. Namun demikian, bank pun diminta untuk tetap melakukan pengawasan dan monitoring yang ketat untuk mencegah timbulnya pemburukan kredit di masa depan.
Selain itu, perbankan juga didorong untuk meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN secara memadai.
Dalam rangka mengukur ketahanan bank, OJK meminta agar bank secara rutin melakukan stress test dan asesmen terhadap kekuatan permodalannya untuk mengukur kemampuannya dalam menyerap potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa OJK terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global dan dampaknya kepada ekonomi domestik serta perbankan Indonesia.
“Hal tersebut dilakukan seiring dengan pengawasan perbankan secara individual yang intensif dan berkelanjutan yang diharapkan mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan Indonesia pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang,” ujarnya.
Selanjutnya, OJK juga meminta bank-bank agar terus memperhatikan aspek kehati-hatian (prudential banking), profesionalisme, inovatif, dan selalu menjaga integritas untuk bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi dan sehat.
Tercatat, dalam laporan yang sama, kredit restrukturisasi perbankan sudah turun sebesar -19,85% YoY menjadi sebesar Rp535,96 triliun. Hal ini sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian pasca pandemi Covid-19 dan berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi.
Adapun kredit restrukturisasi masih didominasi oleh kredit restrukturisasi kualitas Lancar sebesar Rp261,93 triliun atau 48,87% terhadap total kredit restrukturisasi.
Kredit restrukturisasi kualitas Lancar tersebut turun -32,73% YoY, melanjutkan kontraksi tahun sebelumnya yang juga turun -34,39% (yoy). Porsi kredit restrukturisasi kualitas Lancar terhadap total kredit juga mulai menunjukkan tren penurunan menjadi 3,50% dari 5,21% pada Juni 2023.
Penurunan kredit restrukturisasi kualitas lancar tersebut menyebabkan rasio loan at risk menurun menjadi sebesar 10,51% dari tahun sebelumnya 13,17%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel