Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Keuangan Mikro (LKM) diharapkan menjadi penggerak ekonomi skala desa. Tapi dalam peran strategisnya itu, LKM dihadapkan dengan sederet tantangan internal berupa tata kelola.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjabarkan persoalan tata kelola LKM baik konvensional maupun syariah di dalam dokumen Roadmap Pengembangan dan Penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) 2024-2028. Tantangan tata kelola tersebut antara lain berupa kredit macet tinggi dan borosnya operasional LKM.
"Rasio kualitas pembiayaan bermasalah LKM [konvensional] mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Rasio meningkat dari 19,50% menjadi 25,27% di Desember 2023," tulis OJK dalam dokumen tersebut, dikutip Kamis (28/11/2024).
Adapun kualitas pembiayaan tersebut dilihat dari rasio pinjaman bermasalah atau rasio non-performing loan (NPL). OJK mencatat rasio NPL pada LKM konvensional dari 2019 hingga 2023 selalu di atas batas maksimum peraturan OJK yaitu sebesar 10%. Trennya juga terus memburuk dari tahun ke tahun, yakni berturut-turut 19,50%, 17,26%, 18,47%, 19,25% menjadi 25,27%.
Selain itu, OJK mencatat LKM konvensional juga masih perlu meningkatkan efisiensi operasionalnya lebih optimal. Hal tersebut dapat diindikasikan dari rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Rasio BOPO pada LKM konvensional selalu di atas 90% dalam lima tahun terakhir.
Bahkan pada 2023 rasio BOPO LKM konvensional sebesar 102,37%. Angka tersebut lebih tinggi daripada rata-rata rasio BOPO perusahaan pembiayaan, sebesar 76,89% pada Desember 2023.
Kondisi serupa juga ditunjukkan oleh LKM syariah. OJK mencatat NPL LKM syariah dari 2019-2023 selalu berada di atas 10%, yakni berturut-turut sebesar 12,80%, 26,38%, 22,67%, 14,51% menjadi 25,88% pada 2023.
"Rasio NPL pada 2020 mencapai 26,38% yang dipengaruhi oleh kondisi resesi global akibat pandemi Covid-19. Meskipun masih relatif tinggi, rata-rata NPL dapat diturunkan secara signifikan menjadi sebesar 14,51% pada 2022," tulis OJK.
Dari sisi efisiensi operasional, rasio BOPO LKM syariah dalam lima tahun terakhir berkisar antara 80-90%. OJK menyebut tingginya rasio BOPO ini ditengarai karena layanan kredit mikro dan ultra mikro membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Rasio BOPO pada akhir 2023 mencapai 82,70%, turun dibanding 86,40% pada 2022.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi LKM/LKMS se-Indonesia (Aslindo) Burhan mengungkap peran penting LKM memberi bantuan berupa akses pembiayaan kepada lapisan masyarakat desa, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah untuk mendapatkan akses pendanaan yang mudah dan terjangkau.
Dengan bunga yang cukup rendah, sekitar 1-2% per bulan dan kemudahan akses pembiayaan yang ditawarkan, Burhan menilai LKM sangat pas dengan kebutuhan masyarakat pedesaan. Burhan yakin dengan tata kelola yang terus diperbaiki, LKM akan terus berkembang dan memberikan manfaat sebagai penggerak ekonomi desa.
“Kami dekat dengan mereka, jadi kami tahu persis kondisi dan kebutuhan mereka. Tidak hanya membantu usaha mereka bertahan, tapi juga memastikan mereka bisa memberikan nafkah untuk keluarganya,” kata Burhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel