Bisnis.com, JAKARTA - Persaingan bank digital di Indonesia diprediksi tetap berlanjut pada 2025. Bank-bank digital bakal bersaing menawarkan suku bunga menarik hingga insentif untuk menjaring nasabah.
Penawaran suku bunga tinggi juga dipertahankan karena kondisi likuiditas ketat saat ini membayangi industri perbankan.
Presiden Direktur Krom Bank Anton Hermawan mengatakan bahwa penghimpunan simpanan nasabah alias dana pihak ketiga (DPK) bank saat ini sedang menghadapi tantangan, salah satunya peningkatan target Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) oleh bank sentral.
Nasabah berpotensi mengalihkan dananya menuju instrumen tersebut, alih-alih mendayagunakan layanan konvensional bank. “Efeknya itu ke likuiditas atau DPK. Jadi, satu hal yang sangat akan terjadi adalah perang DPK,” katanya dalam diskusi media terbatas di Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2024).
Anton pun memperkirakan bank-bank lain akan menerapkan bunga tinggi demi mengatasi situasi serupa. “Mungkin kita bisa expect bank-bank lain akan menaikkan juga interest rate itu. Nanti kita akan coba lihat,” jelasnya.
Tak hanya suku bunga tinggi, dia juga menyampaikan persaingan bank digital akan kian semarak dengan adanya ‘perang insentif’.
“Semuanya berusaha mencari DPK itu. Jadi, sebenarnya perang insentif, perang cashback, perang hadiah itu menjadi sesuatu yang sangat dimunculkan pada tahun ini,” katanya.
Menurutnya, tak akan ada perubahan berarti pada tahun depan, sehingga strategi serupa akan terus diterapkan oleh masing-masing bank digital.
Nasabah mengakses aplikasi bank digital/Dok. Bank Jago
Krom Bank pun baru meluncurkan aplikasi perbankan digitalnya pada 27 Februari 2024, alias belum genap setahun. Dia menyebut bahwa platform tersebut akan dioptimalkan dalam mendongkrak layanan perseroan.
Ketika ditanya Bisnis mengenai persaingan industri bank digital yang sebagian besar didukung oleh ekosistem grup, Anton menggarisbawahi pentingnya melakukan kolaborasi yang tepat.
Krom Bank sendiri terintegrasi dengan ekosistem perusahaan pembiayaan Kredivo. “Bank digital yang tidak punya ekosistem atau rekanan kerja yang berdaya guna dan memberikan manfaat itu akan susah bersaing. Jadi, salah satu fokus yang harus dipikirkan oleh bank digital tentu saja kolaborasi yang tepat,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Seabank Sasmaya Tuhuleley menyampaikan segmen yang dibidik oleh bank digital sangat besar, yaitu sekitar 80 juta masyarakat yang belum memiliki akses perbankan.
Menurutnya, dukungan ekosistem juga membuat bank digital memiliki perbedaan terhadap segmen yang disasar. Seabank sendiri membidik segmen masyarakat yang berada di pinggiran kota hingga perdesaan, tak lain karena jangkauan Shopee sebagai e-commerce.
“Ada [bank digital] yang membidik segmen masyarakat perkotaan, sehingga kami tidak punya persaingan secara langsung, meskipun sama-sama punya ekosistem yang mungkin ada intersection,” lanjutnya.
Adapun, dari kacamata pengamat, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menekankan pentingnya bank digital untuk memperkuat fundamental bisnis di tengah ramainya persaingan.
Menurutnya, penguatan ini mencakup aspek aset maupun liabilitas, sehingga bank digital dapat mengemban kepercayaan calon nasabah.
“Bank harus mendapat kepercayaan masyarakat, sehingga dapat menghimpun dan mengelola dana masyarakat, dan dari sisi kredit [secara mandiri] juga harus dijaga kualitasnya,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel