Bisnis.com, JAKARTA— Pengamat mengungkap proyeksi investasi perusahaan asuransi jiwa di tengah ekspektasi penurunan suku The Federal Reserve (The Fed) pada 2025.
Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman mengungkapkan ekspektasi penurunan suku bunga dapat memberikan peluang sekaligus tantangan bagi investasi perusahaan asuransi jiwa.
Dia menyebut penurunan suku bunga biasanya mendorong kenaikan harga obligasi, yang dapat memberikan keuntungan kapital bagi portofolio perusahaan asuransi yang berbasis pendapatan tetap.
“Namun, disisi lain, imbal hasil obligasi baru akan lebih rendah, yang dapat memengaruhi pendapatan investasi jangka panjang,” kata Wahyudin saat dihubungi Bisnis pada Kamis (5/12/2024).
Selain itu, Wahyudin menyebut volatilitas global akibat ketidakpastian geopolitik, perubahan iklim, dan fluktuasi pasar dapat mempengaruhi nilai investasi saham atau instrumen lainnya. Dia menyampaikan beberapa strategi yang dapat diterapkan perusahaan asuransi jiwa.
Pertama, perusahaan asuransi jiwa perlu mendiversifikasi portofolio, tidak hanya pada obligasi, tetapi juga instrumen yang lebih inovatif seperti green bonds atau investasi berbasis Environmental, Social, and Governance (ESG) yang cenderung stabil dan relevan dengan tren global.
Kedua, investasi harus diarahkan pada instrumen dengan durasi yang sesuai untuk mencocokkan kewajiban jangka panjang, mengingat sifat bisnis asuransi jiwa yang memiliki kontrak panjang.
“Ketiga, perusahaan harus mengelola eksposur terhadap risiko volatilitas dengan menggunakan instrumen lindung nilai seperti derivatif untuk melindungi portofolionya,” kata Wahyudin.
Terakhir, Wahyudin menyebut pemanfaatan teknologi dan data untuk menganalisis pasar berbasis data dapat membantu perusahaan mengantisipasi perubahan tren investasi dan merancang strategi yang adaptif.
Terakhir, Wahyudin juga menyoroti adanya kecenderungan perusahaan asuransi jiwa untuk lebih memilih obligasi apabila dibandingkan dengan saham pada 2025. Hal tersebut mencerminkan kebutuhan stabilitas dan kepastian imbal hasil, terutama di tengah meningkatnya permintaan terhadap asuransi tradisional.
“Instrumen obligasi menawarkan risiko yang lebih rendah dibandingkan saham dan lebih sesuai untuk mencocokkan kewajiban jangka panjang,” ungkapnya.
Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), total aset industri asuransi jiwa mencapai sebanyak Rp630,12 triliun per kuartal III/2024, yang mana tumbuh 3,2% secara tahunan (year on year/YoY).
Dari total aset tersebut, 87,8% berupa investasi dengan nilai Rp553,53 triliun. Nilai tersebut mana naik 3,7% yoy dari sebelumnya Rp534 triliun per September 2023. Penempatan investasi pada instrumen SBN masih mendominasi industri asuransi jiwa pada periode tersebut. Kontribusinya mencapai sebanyak 37,2% dari total aset investasi secara keseluruhan dengan nilai Rp205,66 triliun.
Investasi pada SBN meningkat sebanyak 28,3% yoy. Namun, beberapa instrumen investasi mengalami penurunan, seperti deposito yang turun 7,1% menjadi Rp34,59 triliun dan saham yang turun 7,5% menjadi Rp144,91 triliun. Sebaliknya, investasi pada obligasi korporasi naik 6,4% menjadi Rp46,5 triliun, sementara penyertaan langsung tumbuh signifikan sebesar 12,8% menjadi Rp27,75 triliun.
Hasil investasi industri asuransi jiwa mencapai sebanyak Rp26,95 triliun per kuartal III/2024. Angka tersebut naik 15% yoy dari sebelumnya Rp23,42 triliun per kuartal III/2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel