Bisnis.com, JAKARTA — Donald Trump yang akan kembali ke Gedung Putih pada Januari 2025 mendatang sebagai Presiden Amerika Serikat memunculkan kewaspadaan ekonom terhadap tren suku bunga acuan yang sebelumnya telah turun, berbalik naik.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyampaikan ketika Trump menjadi presiden, berisiko terjadi inflasi yang lebih tinggi di AS dan menahan suku bunga untuk turun.
“Jadi kemungkinan suku bunga akan naik lagi tahun depan. Walaupun kami pikir akan turun secara bertahap kalau bukan Trump [yang menang Pilpres AS],” ungkapnya dalam Bisnis Indonesia Economic Outlook 2025, Selasa (10/12/2024).
Padahal, bank sentral AS Federal Reserve atau The Fed telah memulai reli pemangkasan Fed Fund Rate pada dua pertemuan terakhir. Masing-masing 50 bps dan 25 bps.
Aviliani menjelaskan inflasi tersebut akan meningkat seiring kebijakan Trump untuk menciptakan lapangan kerja besar-besaran dan pemangkasan pajak korporasi.
Di sisi lain, terjadi penguatan dolar AS serta potensi investor ramai-ramai membawa dolar ‘pulang kampung’ untuk membeli US Treasury—mengingat kebutuhan pembiayaan fiskal AS tinggi, yield UST akan semakin menarik investor.
Dirinya memandang kebijakan Trump akan memberikan efek transmisi ke pasar keuangan domestik dan menjadi tantangan bagi lembaga keuangan, pemerintah, dan Bank Indonesia untuk menjaga likuiditas.
Senada, sebelumnya ekonom Bloomberg Tamara Mast Henderson melihat meski Bank Indonesia menyatakan masih akan melihat ruang penurunan lebih lanjut, dirinya justru melihat ke arah yang berbeda.
“Kami tidak mengesampingkan kenaikan dalam 12 bulan ke depan jika penguatan dolar mulai menguras likuiditas atau perkembangan geopolitik memicu penghindaran risiko,” ujarnya dalam keterangan resmi, belum lama ini (20/11/2024).
Bahkan, Tamara tidak lagi memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga pada Desember, dan meragukan BI akan menurunkan suku bunga lebih lanjut di paruh pertama tahun 2025.
Melihat kondisi rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini, Rabu (11/12/2024) pagi, melemah ke level Rp15.904 per dolar AS.
Tren pelemahan itu pula yang membuat Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menahan suku bunga acuan BI Rate di level 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan lalu.
Di mana fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di AS.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan lebih lanjut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel