Prospek Fintech Cerah, OJK Wanti-wanti Pelaku Usaha Tetap Waspada

Bisnis.com,11 Des 2024, 04:30 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Foto multiple exposure warga beraktivitas di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Minggu (31/12/2023). Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan para pelaku usaha industri financial technology (fintech) untuk tidak lengah menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin kompleks. 

Direktur Pengawasan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi OJK Indra menekankan pentingnya kewaspadaan bagi pelaku fintech dalam mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin muncul akibat ketidakpastian global. 

“Prospek pasti sangat positif, prospek yang positif ini juga harus dicermati dengan ekonomi global, jadi ini harus ada kewaspadaan dari pelaku industri,” kata Indra dalam acara Bisnis Indonesia Economy Outlook 2025 di Jakarta, Selasa (10/12/2024). 

Adapun, dinamika ekonomi global yang terjadi, di antaranya fluktuasi nilai tukar, risiko geopolitik, serta tekanan inflasi. Oleh sebab itu, pelaku fintech dituntut untuk tetap adaptif dan memiliki strategi mitigasi risiko yang kuat agar dapat mempertahankan keberlanjutan usahanya.

Di sisi lain, Indra juga menyoroti adanya penurunan manfaat ekonomi fintech P2P lending. Adapun, untuk pinjaman konsumtif, tingkat manfaat ekonomi turun dari 0,4% per hari menjadi 0,3% pada 2024, kemudian akan menjadi 0,2% pada 2025, dan 0,1% per hari mulai 2026.

Sementara itu, pada pembiayaan produktif, manfaat ekonomi ditetapkan pada 0,1% per hari untuk 2024–2025, kemudian menurun ke 0,067% per hari pada 2026. 

Indra menyebut bahwa penurunan tingkat suku bunga dalam fintech peer to peer (P2P) lending memberikan prospek usaha yang positif, terutama dengan meningkatnya aksesibilitas bagi peminjam sehingga meningkatkan penyaluran pendanaan. Namun, dia juga menyoroti tantangan bagi lender, terutama individu dan lembaga jasa keuangan (LJK) yang masih menjadi sumber utama pendanaan. 

Penurunan suku bunga dapat membuat lender yang sensitif terhadap imbal hasil menjadi lebih selektif dalam menyalurkan dana sehingga penting bagi pelaku industri untuk mempertahankan kepercayaan mereka dan menarik minat lender untuk tetap berpartisipasi.

“Bagi para lender bisa sensitif [terkait penurunan manfaat ekonomi], namun penting bagaimana mereka masih mau menyalurkan dananya untuk P2P lending,” katanya.

Industri fintech di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan, seiring dengan meningkatnya adopsi teknologi di sektor keuangan dan meluasnya layanan inklusi keuangan ke berbagai lapisan masyarakat.

OJK mencatat outstanding pembiayaan P2P lending per Oktober mencapai Rp58,05 triliun, tumbuh 17,66% secara tahunan (year on year/yoy). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Denis Riantiza Meilanova
Terkini