Ini 3 Hal yang Perlu Dicermati sebelum Keputusan BI Rate Hari Ini (18/12)

Bisnis.com,18 Des 2024, 10:23 WIB
Penulis: Annasa Rizki Kamalina
Gubenur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta, Jumat (29/11/2024). / Bloomberg-Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur/RDG terkait kondisi ekonomi global dan domestik serta dampaknya terhadap suku bunga acuan BI Rate, hari ini, Rabu (18/12/2024). 

Ekonom mayoritas memproyeksikan Bank Indonesia (BI) akan kembali menahan suku bunga acuan dengan alasan stabilisasi nilai tukar rupiah yang tengah lesu. Per pagi ini, rupiah dibuka pada level Rp16.080 per dolar AS. 

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky melihat tekanan rupiah masih terlampau besar meski inflasi mendekati batas bawah target 1,5% - 3,5%. 

“Mengingat besarnya tekanan pada rupiah, kami memandang BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6% dalam rapat Dewan Gubernur bulan ini,” ujarnya, Rabu (18/12/2024). 

Menurutnya, meski ada ruang pemangkasan suku bunga dengan indikator inflasi dan daya beli yang rendah, BI masih perlu menahan BI Rate. 

Jika bank sentral tersebut memaksakan dipangkas 25 bps, depresiasi rupiah akan menjadi taruhannya. 

Berikut adalah tiga indikator ekonomi yang penting dicermati menjelang pengumuman haril RDG BI Desember 2024: 

Inflasi Mencapai Titik Terendah 

Inflasi umum semakin menurun mendekati batas bawah kisaran target inflasi Bank Indonesia, per November 2024 tercatat hanya sebesar 1,55% year on year/YoY. Angka tersebut turun dari 1,71% pada Oktober 2024. 

Bahkan secara historis, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) November 2024 merupakan tingkat inflasi terendah sejak April 2021. 

Meskipun inflasi bulanan meningkat karena faktor musiman, inflasi tahunan cenderung menurun, mendekati batas bawah kisaran target inflasi dan hanya kurang 0,05 poin persentase dari target. 

Tren penurunan ini tidak dapat dikaitkan dengan rendahnya optimisme karena Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) naik menjadi 125,9 pada November 2024 dari 121,1 di Oktober 2024 yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh musim liburan akhir tahun yang akan datang.

Riefky menilai permasalahan mendasar rendahnya inflasi tampaknya dari pelemahan daya beli masyarakat. Terlebih penurunan justru terjadi pada akhir tahun yang biasanya terjadi peningkatan permintaan. 

Di sisi lain, terdapat pula risiko tekanan inflasi dari potensi pemberlakukan tarif baru dari Donald Trump yang dapat meningkatkan biaya impor dan imported inflation. 

Impor Turun, Surplus Neraca Dagang Makin Besar

Indonesia melanjutkan surplus neraca perdagangan pada November 2024 senilai US$4,42 miliar disertai dengan pertumbuhan, baik secara bulanan maupun tahunan.

Mengurai komponennya, ekspor dan impor mengalami penurunan pada November 2024, meskipun penurunan lebih tajam ditemukan pada impor yang berkontribusi pada peningkatan surplus perdagangan.

Di mana impor anjlok sebesar 10,71% month to month (MtM) dari US$21,94 miliar pada Oktober 2024 menjadi US$19,59 miliar pada November 2024. Utamanya, penurunan terhadap impor migas, yaitu sebesar 29,88%. 

Riefky berpandangan, melemahnya nilai tukar rupiah berdampak signifikan pada barang impor, termasuk tren penurunan permintaan mesin/peralatan elektronik yang anjlok 15,49% MtM pada November 2024.

Transmisi Efek Kemenangan Trump Dimulai 

Trump resmi mengumumkan pemerintahannya pada 2025 kelak akan mengenakan tarif sebesar 25% pada semua impor dari Kanada dan Meksiko, dan tambahan 10% pada barang-barang dari China. 

Alhasil, pengumuman tersebut segera mendorong penguatan USD lebih lanjut menyusul perilaku investor yang memindahkan asetnya dari negara berkembang, termasuk saham dan obligasi Indonesia, ke aset-aset berbasis dolar.

Tercermin dari tren arus keluar modal asing sejak pertengahan November eskitar US0,75 miliar, yang terdiri dari arus keluar sebesar US$0,35 miliar dari aset obligasi pemerintah dan aksi jual bersih asing sekitar US$0,40 miliar dari pasar modal domestik. 

Kondisi tersebut pada akhirnya memicu tekanan depresiasi rupiah sementara indeks dolar (DXY) meningkat. 

Seiring dengan tekanan terhadap Rupiah yang meningkat sejak Oktober, cadangan devisa Indonesia menurun sekitar US$1 miliar dari US$151,2 miliar pada Oktober menjadi US$150,2 miliar pada November akibat intervensi Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas rupiah.

“Walaupun ada ruang bagi BI untuk memangkas suku bunga acuannya, rupiah sedang mengalami tekanan depresiasi yang cukup signifikan dan pemotongan suku bunga dapat memperburuk tekanan tersebut,” tutup Riefky. 

Sebagai pengingat, bahwa konferensi pers tersebut dilakukan di tengah isu penggeledahan kantor Bank Indonesia (BI) atas dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR). 

Pada September lalu, Perry telah menyampaikan pembelaannya bahwa BI sebagai lembaga yang bertatakelola kuat dan menjunjung asas hukum, telah memberikan keterangan yang diperlukan kepada KPK dalam proses penyelidikan tersebut. 

Meski demikian, pada Senin (16/12/2024) malam, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor BI, termasuk ruangan Perry Warjiyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianto Cahyo Nugroho
Terkini