Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan melemahnya rupiah yang terjadi dan sempat menembus lebih dari Rp16.100 per dolar AS, sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global terutama setelah terpilih Donald Trump menjadi presiden AS.
Nilai tukar rupiah sepanjang bulan ini hingga 19 November 2024 tercatat melemah sebesar 0,84% (ptp) dari bulan sebelumnya.
"Pelemahan nilai tukar tersebut diakibatkan oleh menguatnya mata uang dolar AS secara luas, serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS pascahasil pemilihan umum di AS," ungkapnya, Rabu (18/12/2024).
Perry menjelaskan rencana kebijakan perdagangan di Amerika Serikat (AS) melalui kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara yang lebih luas telah menyebabkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.
Perkembangan ini yang disertai dengan eskalasi ketegangan geopolitik di banyak negara mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan melambat menjadi 3,1% dari sebesar 3,2% pada 2024. Inflasi dunia meningkat dibandingkan prakiraan sebelumnya dipengaruhi oleh gangguan rantai suplai.
"Hal ini meningkatkan tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang," ujarnya.
Bukan hanya itu, rupiah juga dipengaruhi oleh proyeksi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih lambat akibat dari perkiraan awal akibat inflasi yang lebih tinggi tersebut.
Sementara itu, kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury (UST) tetap tinggi, baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang.
Terlebih, penguatan mata uang dolar AS secara luas terus berlanjut disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS.
Meski masih depresiasi, namun secara umum pelemahan ini tetap terkendali, yang bila dibandingkan dengan level akhir Desember 2023 tercatat depresiasi sebesar 2,74%.
Pelemahan tersebuh lebih kecil dibandingkan dengan pelemahan dolar Taiwan, peso Filipina, dan won Korea yang masing-masing terdepresiasi sebesar 5,26%, 5,83%, dan 7,53%.
Sejalan dengan rupiah yang perlu penguatan, untuk itu BI kembali menahan suku bunga acuan BI Rate pada level 6%.
"Fokus kami adalah tentu saja bagaimana melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sementara ini BI Tate-nya kami pertahankan dulu," tuturnya.
Meski demikian dengan inflasi yang rendah, Perry menuturkan pihaknya tidak menutup ruang pemangkasan suku bunga acuan ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel