Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mulai 1 Januari 2025 akan memberikan potongan iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) BPJS Ketenagakerjaan sebesar 50%. Diskon ini akan berlaku selama enam bulan dan diberikan kepada 3,76 juta pekerja.
Pengamat ketenagakerjaan dari Universirtasa Airlangga (Unair) Hadi Subhan menilai BPJS Ketenagakerjaan perlu mengoptimalkan hasil investasi dana kelolaan mereka mengingat di saat ada diskon 50% tersebut, manfaat program JKK tetap sama.
Bahkan, pemerintah juga menambah manfaat dari program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) menjadi tunai 60% flat dari upah selama enam bulan serta manfaat pelatihan yang ditambah menjadi sebesar Rp2,4 juta per orang.
"Ketahanan dana BPJS sebaiknya lebih pada penggunaan dana BPJS yang diinvestasikan, bukan pada iuran tersebut," kata Hadi kepada Bisnis, dikutip pada Rabu (18/12/2024).
Meski begitu, Hadi menilai kebijakan pemberian diskon 50% iuran JKK tersebut sudah bagus dan masuk akal. Pertama, diskon 50% tersebut menurutnya bagus karena bisa mengurangi beban pengusaha. Kedua, menurutnya kebijakan ini masuk akal karena klaim JKK saat ini masih sangat rendah.
Tidak hanya memberi diskon iuran JKK 50% dan penambahan manfaat JKP, pemerintah bersama BPJS Ketenagakerjaan juga sedang membahas penghapusan kewajiban perusahaan skala mikro dan kecil mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta program Jaminan Hari Tua (JHT). Hadi menilai penghapusan kewajiban tersebut tidak akan menjadi polemik.
"Untuk UMKM tidak masalah jika ditiadakan JHT tersebut. Seperti upah minimum dan pesangon kan juga sudah ditiadakan dalam UU Cipta Kerja," pungkasnya.
Sementara itu, Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun memastikan pemberian diskon 50% iuran JKK tidak akan mengganggu keberlangsungan program perlindungan pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Kebijakan ini tidak mempengaruhi kelangsungan program yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan, seluruh manfaat dari program JKK tetap akan diberikan sebagaimana diatur di dalam ketentuan," kata Oni.
Seperti diketahui, BPJS Ketenagakerjaan saat ini sedang berencana menempatkan investasi dana kelolaan di luar negeri. Tujuannya untuk menunjuang pengembalian investasi.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo meminta dukungan pemerintah untuk membuat payung hukum yang menjadi landasan BPJS Ketenagakerjaan dapat berinvestasi di luar negeri. Anggoro menilai hal itu diperlukan untuk menunjang pengembalian investasi dari dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun per September 2024 dana investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp776,76 triliun, tumbuh 13,23% (year on year/YoY) dengan yield on investment (yoi) sebesar 6,92%. Sementara itu, hasil investasi yang tercatat pada periode tersebut sebesar Rp38,45 triliun.
Intrumen investasi tersebut sebesar 68% ditempatkan di Surat Berharga Negara (SBN), 20% di bank-bank himbara dan Bank Pembangunan Daerah (BPD), serta sisanya ditempatkan di dalam saham indeks LQ45.
"Saat ini kita ketahui instrumen di dalam negeri pertumbuhan pasarnya 3%—5%, sementara dana investasi kami tumbuhnya sekitar 13%. Jadi, instrumen dalam negeri pada waktu tertentu akan terbatas dan risiko akan semakin besar," kata Anggoro saat RDP bersama Komisi IX DPR RI, Senin (28/10/2024).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel