Akuisisi dan Merger Multifinance Diproyeksi Menguat pada 2025

Bisnis.com,26 Des 2024, 21:33 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Kredit kendaraan bermotor atau kredit mobil/Image by xb100 on Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Akuisisi dan merger di sektor multifinance diproyeksi akan semakin marak pada 2025. Langkah ini dinilai menjadi strategi utama perusahaan pembiayaan untuk memperkuat permodalan dan memperluas cakupan produk.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai bahwa tren merger dan akuisisi ini dipicu oleh kebutuhan multifinance untuk memperluas pasar dan mendiversifikasi produk.

“Saya rasa merger dan akuisisi perusahaan multifinance dilakukan untuk memperkuat permodalan mereka dan mendiversifikasi produk. Kita tahu beberapa perusahaan multifinance yang bergabung dengan perusahaan pinjaman daring. Gunanya apa? Berguna untuk masuk ke pasar anak muda,” kata Huda kepada Bisnis.com, Kamis (26/12/2024). 

Menurut Nailul Huda, perusahaan multifinance yang selama ini berfokus pada pembiayaan otomotif mulai mengembangkan produk di luar sektor tersebut. Dia menilai tren multifinance ke depan akan lebih mengarah pada kredit konsumtif non-otomotif, meskipun pembiayaan otomotif tetap memiliki potensi, terutama di pasar mobil bekas yang masih memiliki pangsa besar.

Huda memproyeksikan bahwa sektor otomotif masih memiliki peluang meskipun tipis, tetapi pertumbuhan kredit multiguna non-otomotif akan jauh lebih pesat. 

“Tren untuk otomotif bisa meningkat meskipun tipis. Akan tetapi, bisa jadi turun karena kebijakan tarif PPN 12%. Untuk multiguna non otomotif, tumbuh pesat terutama yang mempunyai layanan BNPL [buy now pay later]. Saya melihat tren akan ke BNPL alih-alih otomotif,” ujarnya.

Sementara itu, Praktisi dan Pengamat Industri Pembiayaan dan Otomotif, Jodjana Jody, menilai pasar keuangan di Indonesia masih sangat prospektif. Hal ini terlihat dari pertumbuhan aset yang konsisten dan tingkat kredit bermasalah (NPL) yang terjaga.

“Ya seperti diketahui, pasar keuangan di Indonesia masih prospektif, terlihat dari asset growth, juga NPL yang terjaga,” kata Jodjana.

Jodjana mengungkapkan perusahaan asing yang masuk ke Indonesia memiliki keunggulan permodalan besar dan biaya dana yang lebih rendah, sehingga dapat melayani kebutuhan industri multifinance dengan baik.

Dia juga menyoroti bahwa di sektor perbankan, masih banyak masyarakat yang belum terjangkau layanan perbankan, terutama di kalangan kelas bawah dan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang diperkirakan akan terus berkembang di masa depan.

Pasar UMKM dinilai memiliki ceruk yang besar untuk pembiayaan, sejalan dengan permintaan kredit di sektor otomotif. Jodjana mencatat bahwa penjualan kendaraan baru tetap tinggi setiap tahunnya. 

“Untuk kredit, UMKM ceruknya besar, begitu juga otomotif baik 4 roda maupun 2 roda, baik unit baru [hampir sekitar 1 juta unit penjualan mobil setiap tahun; atau motor baru sekitar 6 juta-an per tahun] maupun unit in operation (yang total sudah melebihi 150 juta baik motor maupun mobil),” katanya.

Namun, Jodjana juga menyoroti tantangan bagi multifinance kecil yang tidak memiliki permodalan kuat. Menurutnya dari 150 multifinance yang ada, yang asetnya besar itu tidak lebih dari 30. Beberapa yang tidak mampu menaikkan modal akan terkendala Debt to Equity Ratio (DER) untuk tumbuh.

Sebagai solusi, merger atau aliansi dengan pemain besar menjadi strategi yang dinilai efektif untuk meningkatkan daya saing. 

“Jadi merger atau aliansi dengan pemain besar adalah salah satu jalan untuk tumbuh menjadi besar,” tutup Jody.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Reni Lestari
Terkini