Agar Rumah KPR Tak Disita Bank, Simak Tips Pengamat!

Bisnis.com,10 Jan 2025, 20:39 WIB
Penulis: Reyhan Fernanda Fajarihza
Foto udara proyek pembangunan perumahan di Kawasan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (2/10/2024). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA – Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di bank telah menjadi salah satu opsi bagi masyarakat untuk mendapatkan hunian layak. Selayaknya pinjaman, terdapat konsekuensi apabila masyarakat gagal menunaikan kewajiban pembayaran dalam skema itu, salah satunya dengan penyitaan unit rumah.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch. Amin Nurdin menjelaskan bahwa dasar hukum penyitaan rumah oleh bank termaktub dalam Undang-undang (UU) No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.

“UU itu mengatur bahwa tanah dan bangunan yang ada di dalam atau di atasnya itu bisa dijadikan alat untuk pelunasan utang. Bank menjadikan dasar ini untuk melakukan penyitaan,” katanya saat dihubungi Bisnis, Jumat (10/1/2025).

Lebih lanjut, dia memaparkan bahwa sita rumah KPR memiliki prosedur yang cukup panjang, bergantung pada ketentuan internal masing-masing bank.

Namun, secara umum, penyitaan unit rumah lazimnya akan dilakukan dengan berbagai kondisi, antara lain jika tunggakan KPR nasabah telah melewati batas waktu untuk hapus buku. Rata-rata periodenya ialah 6 bulan tanpa ada komitmen pembayaran dari nasabah.

Amin menjelaskan bahwa kondisi tersebut disikapi bank dengan memberikan early reminder, kemudian dengan melakukan kunjungan ke unit rumah, hingga penanganan oleh debt collector.

“Jika tidak ada iktikad baik atau nasabah tidak memiliki kemampuan untuk membayar, bank dengan sangat terpaksa akan memutuskan untuk menyita aset tersebut,” tuturnya.

Usai tahap tersebut, bank kemudian akan melakukan proses lelang unit rumah. Hal ini dilakukan bank untuk memitigasi risiko dari kerugian yang lebih besar.

Terkait hal ini, Amin kemudian memberikan sejumlah tips kepada nasabah agar terhindar dari penyitaan rumah KPR oleh bank. Apabila dinilai masih terdapat repayment capacity yang cukup atas usaha maupun penghasilannya, maka nasabah dapat mengajukan perpanjangan maupun pengaturan ulang waktu angsuran. 

Menurutnya, rekondisi berupa penurunan bahkan pembebasan suku bunga juga bisa dilakukan bank dengan catatan nasabah masih memiliki kemampuan membayar utang.

“Atau yang paling mungkin, sebelum benar-benar disita bank, nasabah dapat menukarkan jaminan tersebut dengan properti, benda bergerak, atau barang berharga lain yang senilai dengan bangunan rumah atau properti yang akan disita itu,” lanjutnya.

Namun demikian, untuk mengantisipasi hal di atas, Amin menyarankan agar nasabah terlebih dahulu merencanakan keuangan secara matang sebelum mengajukan KPR.

Hal ini juga menyangkut pemahaman terhadap poin-poin dalam kontrak KPR, seperti tenor atau jangka waktu pelunasan pembayaran unit rumah.

“Yang pasti, debitur harus berusaha mengelola keuangannya dengan lebih baik, lebih efektif dan efisien. Mungkin dengan cara mengurangi pola hidup, gaya hidup atau pengeluaran yang lebih konsumtif,” pungkas Amin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini