Pinjol Kurang Modal Makin Banyak, Asosiasi Beberkan Kondisi Industri P2P Lending Terkini

Bisnis.com,15 Jan 2025, 17:39 WIB
Penulis: Akbar Maulana al Ishaqi
Pegawai mencari informasi tentang pinjaman online (pinjol) di salah satu perkantoran, Jakarta pada Senin (14/8/2023). / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur ketentuan ekuitas minimum yang harus dipenuhi penyelenggara fintech P2P lending atau pinjol bertambah secara bertahap. Pada tahap kedua, penyelenggara pinjol wajib memiliki modal minimum sebesar Rp7,5 miliar sampai tenggat waktu Juni 2024.

Bukannya membaik, jumlah penyelenggara pinjol yang belum memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar bertambah menjadi 11 penyelenggara per Desember 2024. Padahal posisi sebelumnya hanya sebanyak 10 penyelenggara per Oktober 2024.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar menilai bahwa perlu keseriusan penyelenggara P2P lending untuk memastikan modal mereka tidak tergerus oleh beban pengeluaran operasional perusahaan.

"Karena kalau tidak serius menjalankan perusahaan, pasti modalnya tergerus karena cost lebih tinggi dari pendapatan yang diterima," kata Entjik kepada Bisnis, Rabu (15/1/2025).

Adapun ketentuan ekuitas minimum bagi penyelenggara P2P lending ini diatur di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Regulasi ini menetapkan persyaratan ekuitas minimum yang harus dipenuhi secara bertahap. 

Dalam aturan yang diteken pada 29 Juni 2022 tersebut, penyelenggara P2P lending diwajibkan memiliki ekuitas minimal Rp12,5 miliar. Tahap pertama, mereka harus mencapai ekuitas minimal Rp2,5 miliar dengan batas waktu hingga 29 Juni 2023.

Tahap kedua, ekuitas minimal Rp7,5 miliar ditetapkan dengan tenggat waktu 29 Juni 2024, sementara pada tahap terakhir, ekuitas minimal harus mencapai Rp12,5 miliar pada 29 Juni 2025.

AFPI melihat ketentuan tersebut akan menjadi seleksi alami di industri P2P lending. Bagi penyelenggara yang serius menjalankan bisnis P2P lending ini, kata Entjik, pasti akan bertahan.

"Saat ini bagi perusahaan yang sudah memenuhi minimum ekuitas Rp7,5 miliar tentunya telah memiliki target pada business plan untuk pemenuhan tahun ini [tahap 3], kalau tidak pasti sulit untuk berkompetisi di industri ini," ungkapnya.

Entjik menekankan dalam industri P2P lending ada tiga poin penting yang harus dimiliki perusahan, yaitu kecukupan modal atau ekuitas, memiliki software untuk proses kredit yang bagus dan pondasi lender yang kuat.

"Jika ketiga poin ini telah dimiliki selanjutnya dijalankan sesuai aturan, prudent dan comply, maka perusahaan penyelenggara akan aman dan berkembang," pungkasnya.

Seperti yang Entjik sebutkan soal cost, beban perusahaan P2P lending kini dalam tren meningkat. Data ini mengacu pada statistik terbaru yang dirilis OJK sepanjang Januari—September 2024. Dalam periode tersebut, jumlah beban operasional industri P2P lending melesat 809,03% dari Rp1,06 triliun per Januari 2024 menjadi Rp9,63 triliun per September 2024.

Di sisi lain pada periode yang sama, laba setelah pajak industri P2P lending malah kontraksi 693,65%. Meskipun terkontraksi, industri P2P lending berhasil membalikkan rugi setelah pajak sebesar Rp135,61 miliar per Januari 2024 menjadi laba setelah pajak sebesar Rp805,06 miliar per September 2024. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wibi Pangestu Pratama
Terkini