Bisnis.com, JAKARTA — Celah dalam pengajuan asuransi jiwa kredit bisa dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab. Baru-baru ini, pasangan suami istri di Jember, Jawa Timur menjadi tersangka penipuan karena laporan palsu kematian yang ditujukan agar kredit mereka bisa mendapat perlindungan asuransi.
Wahyudin Rahman, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) membeberkan setidaknya ada lima celah yang bisa disasar oknum-oknum tidak bertanggung jawab seperti kasus di Jember tersebut.
"Pertama, kurangnya verifikasi mendalam terhadap data nasabah. Kedua, sistem pemantauan yang kurang terintegrasi seperti tidak adanya integrasi antara sistem bank dengan perusahana asuransi yang meverifikasi data dan riwayat secara real time," kata Wahyudin kepada Bisnis, Jumat (17/1/2025).
Ketiga, lanjut dia, pengawasan internal yang lemah. Menurutnya, tidak semua perusahaan asuransi memiliki prosedur internal yang kuat untuk mendeteksi klaim palsu atau manipulasi data.
Keempat, Wahyudin menilai proses klaim dalam asuransi jiwa kredit minim penyelidikan. Dalam beberapa kasus, catat Wahyduin, proses penyelidikan klaim dilakukan secara terburu-buru untuk memenuhi target waktu pelayanan.
"Kelima, ketiadaan basis data nasional. Saat ini baru ada SLIK namun secara rinci memuat informasi penting seperti status kematian," tandasnya.
Atas celah-celah yang bisa disasar oknum tersebut, Wahyudin mengatakan upaya mitigasi yang bisa dilakukan adalah kolaborasi antara pemerintah, perusahaan asuransi dan lembaga keuangan.
Dengan kolaborasi tersebut diharapkan dapat memperkuat sistem verifikasi data nasabah, meningkatkan transparansi, memperkuat pengawasan hingga mengadopsi teknologi canggih dalam proses verifikasi dan klaim.
"Kasus seperti di Jember menunjukkan pentingnya langkah-langkah ini untuk menjaga integritas sistem keuangan dan kepercayaan masyarakat," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel