Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) akan menyeragamkan klausul dalam polis-polis standar bagi asuransi umum.
Hal tersebut dilakukan merespons adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat. Dengan adanya penyesuaian-penyesuaian dalam polis tersebut, diharapkan memberikan kekuatan hukum lebih apabila terjadi kasus sengketa klaim asuransi ke depan.
Adapun putusan MK tersebut membuat perusahaan asuransi tidak bisa membatalkan klaim sepihak apabila terjadi pelanggaran prinsip iktikad baik. Dengan begitu, pembatalan klaim harus melalui kesepakatan kedua belah pihak atau melalui persidangan.
"Polis-polis standar yang dikeluarkan AAUI. Tahap awalnya di situ, tapi tidak berhenti di situ. Kan ada juga polis-polis yang beredar yang bukan produk kita. Kita perlu waktu bicara dengan pemilik polis itu. Kalau kita main, boleh gak nih dengan endorsement," kata Ketua Umum AAUI Budi Herawan saat ditemui di kantor AAUI, Jakarta, Senin (20/1/2025).
Budi menjelaskan dalam penyeragaman polis standar ini butuh waktu karena diperlukan juga penyeragaman untuk polis-polis asuransi umum yang dijual perusahaan asuransi non-Indonesia.
"Karena polis itu [yang berlaku di Indonesia] dasar hukumnya bukan polis yang diterbitkan di UK, di Swiss, atau di Munich misalnya, tapi yuridiksinya pakai yuridiksi Indonesia. Tapi polisnya milik mereka. Kan jadi bertentangan juga. Ini PR juga buat kita," kata Budi.
Budi mengatakan penyeragaman polis ini harus bisa dilakukan segera mengingat putusan MK sudah berlaku dan mengikat. Dia mengestimasi untuk tahap awal ini paling tidak sebulan sudah rampung.
"Koordinasi dengan OJK sudah, sudah intens. Saya minta relaksasi kalau semua sudah siap izinnya satu saja, dari AAUI saja, lalu bisa digukanan semua industri," jelasnya.
Sementara itu, Dewan Pengawas AAUI Kornelis Simanjuntak merici dalam penyeragaman polis standar asuransi umum ini perlu dilakukan perubahan antara lain penghilangan wordings mengaitkan dengan Pasal 251 KUHD berkaitan dengan kewajiban penyampaian/penyembunyian informasi, keterangan, data (Fakta Material) dari pihak Pemegang Polis dan atau Tertanggung.
Kemudian, perlu diadakan perubahan nama dari SPPA (Surat Permohonan Penutupan Asuransi) menjadi SPAU (Surat Permohonan Asuransi Umum). Sedangkan di asuransi jiwa dipakai nama/istilah SPAJ (Surat Permohonan Asuransi Jiwa) sehingga mempunyai keseragaman.
Selain itu, juga diperlukan perubahan dalam preambul polis dengan narasi yang lebih mendasar dan lebih kuat secara hukum. Dia mencontohkan polis standar dalam Polis standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia (PSAKBI) yang berlaku saat ini.
Preambul yang berlaku sekarang berbunyi "Bahwa Tertanggung telah mengajukan suatu permohonan tertulis yang menjadi dasar dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Polis ini, Penanggung akan memberikan ganti rugi kepada Tertanggung terhadap kerugian atas dan/atau kerusakan pada Kendaraan Bermotor dan/atau kepentingan yang dipertanggungkan, berdasarkan pada syarat dan kondisi yang dicetak, dicantumkan, dilekatkan dan/atau dibuatkan endorsemen pada Polis ini".
Draft usulan perubahan preambul PSAKBI tersebut berubah lebih panjang menjadi;
"Bahwa Pemegang Polis dan atau Tertanggung telah mengajukan Surat Permohonan Asuransi Umum (SPAU) untuk Asuransi Kendaraan Bermotor secara manual atau elektronik/digital yang memuat sejumlah pertanyaan dari Penanggung, yang telah diminta oleh Penanggung atau agen atau kuasa Penanggung supaya diisi dan/atau dijawab oleh Pemegang Polis dan/atau Tertanggung dengan jujur dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai keterangan, informasi, dan data (fakta material) mengenai objek yang akan diasuransikan, yang dibutuhkan dan akan dipergunakan oleh Penanggung dalam melakukan analisis risiko dan penilaian tingkat risiko (underwriting) yang menjadi pertimbangan Penanggung dan dasar hukum dalam mengabulkan atau menolak permohonan asuransi dari Pihak Pemegang Polis dan/atau Tertanggung, dan juga dalam menentukan besaran premi yang wajib dibayar oleh Pemegang Polis dan/atau Tertanggung".
"Jika permohonan asuransi dikabulkan oleh Penanggung, maka polis diterbitkan semata-mata berdasasarkan pernyataan Pemegang Polis dan/atau Tertanggung bahwa semua informasi, keterangan, dan data (fakta material) yang telah diisi/dijawab oleh Pemegang Polis dan/atau Tertanggung dalam SPAU adalah benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya".
"Namun, jika di kemudian hari ternyata terbukti bahwa keterangan, informasi, dan data (fakta material) yang telah diisi/dijawab oleh Pemegang Polis dan/atau Tertanggung dalam SPAU TERBUKTI ada yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya atau tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, hal itu mengakibatkan polis ini tidak menjamin setiap klaim atau kerugian yang terjadi pada objek yang diasuransikan, meskipun risiko penyebab klaim atau kerugian adalah suatu risiko yang tidak dikecualikan dalam polis ini".
Kornelis menjelaskan perubahan poin-poin di dalam preambul tersebut untuk mengantisipasi kelemahan hukum dalam kasus sidang sengketa asuransi di dalam pengadilan selama ini.
"Oleh karena itu, surat permohonan asuransi ini menjadi sangat penting. Ini berdampak pada kita. Selama ini kita menggapangkan. Tapi kalau di pengadilan ini bukan suatu yang [tidak diperhatikan]," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel