OJK Tetapkan Bunga Berbeda untuk Pinjaman Konsumtif Berdasarkan Tenor

Bisnis.com,22 Jan 2025, 01:40 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Foto multiple exposure warga beraktivitas di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Minggu (31/12/2023). Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan perbedaan pengaturan bunga tetap untuk pinjaman konsumtif berdasarkan tenor.

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Ahmad Nasrullah, menjelaskan bahwa bunga tetap sebesar 0,3% diterapkan untuk pinjaman dengan tenor di bawah enam bulan, sementara bunga 0,2% tetap berlaku untuk tenor di atas enam bulan.

Menurutnya, setelah dilakukan pengamatan dan diskusi, banyak pelaku industri yang merasa sulit mengakomodasi biaya-biaya pembiayaan dengan bunga 0,2% untuk tenor pendek.

“Kalau dipaksakan 0,2% [untuk tenor pendek] mereka enggak bisa meng-cover biaya-biaya lain yang ada di pembiayaan ini,” kata Ahmad dalam Media Briefing pada Selasa (21/1/2025).

Ahmad menambahkan bahwa tenor pendek cenderung membutuhkan biaya tambahan yang sifatnya berbeda dibandingkan tenor lebih panjang. Dia menjelaskan bahwa terdapat berbagai biaya tambahan dalam pembiayaan, seperti biaya administrasi, hingga pengecekan penutup jaminan. Menurutnya, jika menggunakan bunga 0,2% untuk tenor pendek, biaya tersebut tidak akan tertutupi dalam Indikator Kesehatan Usaha (IKU).

Hal ini dikhawatirkan dapat membuat segmen tersebut justru beralih ke layanan pembiayaan ilegal. Ahmad menekankan bahwa langkah ini juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat akan pinjaman yang cepat dan terjangkau, khususnya untuk sektor-sektor produktif.

Selain itu, apabila suku bunga untuk tenor pendek dipaksakan tetap 0,2%, hal itu dapat memengaruhi keberlanjutan pendanaan dari pihak pemberi pinjaman (lender).

“Karena sumber pendanaannya kan dari lender. Lender mintanya segini, gitu kan. Ini kan konsep itu, lender akan mempertimbangkan pendanaannya. Kalau suku bunganya enggak masuk untuk yang tenor pendek ini, itu dikhawatirkan terjadi penurunan nanti ya, pembiayaan kepada sektor-sektor ini, dan takutnya mereka lari,” ujarnya.

Sementara itu, untuk tenor di atas enam bulan, Ahmad menyebut bahwa bunga tetap 0,2% tetap diberlakukan dengan perhitungan matang. Selain itu, Ahmad juga menggarisbawahi pentingnya mitigasi risiko, baik dari sisi borrower maupun lender.

“Nah, ada pun untuk penyesuaian manfaat ekonomi ini, selain ya meningkatkan kehatiannya kepada pihak borrower. Jadi kami minta juga si P2P lebih selektif lagi dalam memilih borrower. Dengan adanya ketentuan ini, harapan kami mereka bisa memitigasi risikonya sesuai dengan appetite mereka, jadi enggak diserap semuanya,” ujarnya.

Ahmad menambahkan bahwa ke depan, aturan ini akan diperkuat dalam peraturan OJK terbaru yang mewajibkan penggunaan credit scoring untuk menyaring calon peminjam.

“Nah, nanti di POJK yang baru kami terbitkan, kami wajibkan juga mereka di depannya, itu membuat credit scoring dan segala macam, yang menggunakan sistem itu untuk menyaring. Menyaring borrower supaya risiko dari sisi lender yang dipasifikasi oleh platform ini itu bisa juga termitigasi,” tutupnya.

Sebelumnya, OJK resmi menerbitkan aturan terkait Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) melalui Peraturan OJK Nomor 29 Tahun 2024 (POJK 29/2024).  Aturan ini merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menjelaskan bahwa POJK 29/2024 menjelaskan bahwa berbagai aspek terkait penyelenggaraan PKA, termasuk prinsip dan ruang lingkup, tata kelola kelembagaan, pengawasan, hingga penghentian kegiatan dan pencabutan izin usaha.

Dia menambahkan regulasi ini diharapkan memberikan kepastian hukum bagi penyelenggara PKA sekaligus memastikan keseimbangan antara inovasi progresif dan perlindungan data konsumen.

“Regulasi ini hadir sebagai tanggapan atas pesatnya perkembangan teknologi informasi yang membuka peluang efisiensi dalam berbagai proses bisnis di sektor jasa keuangan,” kata Ismail dalam keterangan resmi, pada Selasa (21/1/2025).

Sebagai bagian dari ITSK, PKA menawarkan solusi inovatif dalam penilaian kelayakan kredit konsumen dengan menggunakan data alternatif, seperti data telekomunikasi, utilitas, dan perdagangan elektronik (e-commerce).

Menurut Ismail, teknologi PKA dapat menjadi alat yang melengkapi riwayat kredit untuk meningkatkan inklusi keuangan, khususnya bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta masyarakat unbanked atau underbanked.

“Kehadiran PKA ini membawa warna baru bagi sektor jasa keuangan, khususnya dalam layanan pemberian kredit. Penyelenggaraan PKA mampu mengatasi tantangan penilaian kelayakan kredit, terutama bagi individu atau kelompok yang tidak memiliki riwayat kredit atau memiliki riwayat yang terbatas,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ibad Durrohman
Terkini