Intip Prospek Pembiayaan Alat Berat saat Tren Permintaan Turun

Bisnis.com,23 Jan 2025, 14:55 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Aktivitas alat berat kontraktor pertambangan. (PTRO)/petrosea.com

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat mengungkap mengenai prospek pembiayaan alat berat yang masih memiliki peluang pada 2025 di tengah tren penurunan produksi alat berat sejak 2022.

Praktisi dan pengamat industri pembiayaan, Jodjana Jody, mengatakan bahwa meskipun pasar alat berat tidak lagi sebesar dua tahun lalu, sektor pembiayaan tetap memiliki peluang menarik, didukung oleh stabilitas permintaan dan beberapa katalis positif.

“Kalau prospek alat berat, memang susah bila hanya melihat 2024 dibanding 2022 dan 2023, karena di saat itu harga coal, CPO [Crude Palm Oil], dan natural gas cukup tinggi ya dan menyebabkan permintaan alat berat melonjak tajam,” kata Jodjana, pada Kamis (23/1/2025).

Jodjana mengatakan permintaan alat berat menurun signifikan sepanjang 2024 akibat penurunan harga komoditas yang dipicu oleh konflik geopolitik, termasuk konflik Israel—Hamas pada Oktober 2023, konflik Laut Merah pada Februari 2024, dan konflik Israel—Iran pada April 2024.

“Pasar alat berat puncaknya di tahun 2022 yaitu 20.293 unit, dan menurun di 2023 menjadi 18.123 unit. Tahun 2024 diperkirakan sekitar 15.000 unit. Tahun ini, perkiraan market juga sekitar 15.000 unit,” tambahnya.

Meskipun pasar alat berat mengalami penurunan, Jodjana optimistis bahwa stabilitas produksi komoditas menjadi faktor utama yang menjaga prospek sektor pembiayaan. Terlebih, dia menyoroti harga batu bara yang diperkirakan tetap stabil tahun ini, dengan produksi yang masih tinggi di atas 900 juta ton.

Hal ini didukung oleh komitmen negara seperti China dan India yang masih mengandalkan batu bara untuk kebutuhan energi mereka dalam jangka waktu pendek.

Sementara itu, produksi CPO diperkirakan akan meningkat menjadi 55 juta ton pada 2025, meskipun harga nikel kemungkinan besar belum membaik akibat oversupply di pasar global.

Jodjana juga menyoroti bahwa proyek pemerintah seperti pembangunan food estate dan perumahan tiga juta unit dapat menjadi katalis tambahan yang mendukung permintaan alat berat.

“Tentu dengan market size sebesar itu, sektor pembiayaan tetap akan menarik mengingat demand-nya yang stabil, belum lagi ditambah proyek food estate pemerintah yang mungkin juga akan mendongkrak permintaan alat berat ini,” jelasnya.

Di sisi lain, Jodjana mengingatkan bahwa tantangan global tetap perlu diwaspadai, terutama terkait ancaman pelemahan ekonomi akibat kebijakan tarif dan kondisi likuiditas perbankan yang dapat memengaruhi sektor pembiayaan.

Dia juga mengingatkan adanya ancaman tarif dari Presiden Donald Trump yang berpotensi memperlambat pertumbuhan negara pemakai coal, yang kemudian berdampak pada ekspor Indonesia.

“Yang perlu diperhatikan adalah efek tarif Trump, yang lain adalah likuiditas perbankan yang akan berimbas ke pembiayaan,” ungkap Jodjana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini