Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memastikan bahwa pembayaran premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) yang berlaku mulai tahun ini tidak akan mempengaruhi kinerja bank.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa periode pembayaran premi itu sebanyak dua kali dalam setahun, yakni periode Januari-Juni dan Juli-Desember.
“Tidak [berpengaruh], kan jumlahnya cukup kecil. Kalau kita hitung, selama setahun kira-kira [bank membayar] hanya sekitar Rp1 triliun dari dua periode tadi,” katanya menjawab pertanyaan Bisnis di kantor LPS, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Program Restrukturisasi Perbankan adalah program yang diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan untuk menangani permasaJahan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional. LPS bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban dalam penyelengaraan yang diperoleh atau berasal dari Program Restrukturisasi Perbankan.
Purbaya menjelaskan besaran pungatan itu jauh lebih kecil dibandingkan jumlah yang harus dibayar bank dalam premi penjaminan simpanan. Sebagai catatan, premi penjaminan untuk setiap periode ditetapkan sebesar 0,1% dari rata-rata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode.
Dengan demikian, Purbaya menilai bahwa premi PRP merupakan salah satu upaya untuk menjaga stabilitas keuangan Tanah Air, khususnya bagi sektor perbankan.
“Jadi tambahan PRP itu relatif kecil untuk jaminan keamanan perbankan kita yang besar ke depan. Saya pikir ini investasi yang amat baik untuk negara,” tuturnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa bank wajib membayar premi Program Restrukturisasi Perbankan ke LPS mulai 2025 mendatang. Hal ini dilakukan untuk mendukung ketahanan industri keuangan Tanah Air.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa industri dan asosiasi perbankan telah dilibatkan dalam penyusunan peraturan premi PRP yang dimulai sejak 2016 silam.
“Bank telah mendapatkan informasi dan pemahaman yang memadai, serta seharusnya sudah siap jika premi PRP akan diterapkan pertama kali pada 2025. Termasuk mempersiapkan dana untuk premi PRP ini,” katanya dalam jawaban tertulis, dikutip Minggu (15/9/2024).
Lebih lanjut, besaran persentase premi PRP yang ditetapkan akan mengacu pada tingkat risiko dan jumlah aset dari bank itu sendiri. Semakin besar aset dan tingkat risiko suatu bank, maka premi yang dikenakan akan turut lebih tinggi.
Menurut Dian, hal ini dapat memberikan dorongan bagi bank agar berlomba-lomba menjaga tingkat risikonya pada level prudent alias lebih optimal.
“Bagi bank yang memiliki tingkat risiko 5 atau tidak sehat, jumlah premi yang ditetapkan adalah 0% tanpa memperhitungkan total aset yang dimiliki, sehingga bank yang sedang memerlukan penanganan permasalahan tidak akan terbebani dengan pembayaran premi PRP,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel