Bisnis.com, JAKARTA - Pekerja formal dan informal di Indonesia wajib bergabung sebagai peserta Jaminan Hari Tua (JHT) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Program jaminan sosial nasional ini memastikan pekerja memiliki tabungan saat pensiun di usia 59 tahun nanti. Meskipun demikian, tabungan di JHT ini juga dapat dicairkan saat kena PHK, mengundurkan diri, ataupun pencairan sebagian meski masih bekerja.
Dikutip dari laman BPJS Ketenagajerjaan, Selasa (28/1/2025), nilai saldo dalam JHT yang berasal dari pemotongan gaji dan bantuan perusahaan dengan total 5,7% dari slip penghasilan yang dilaporkan. Perinciannya, 3,7% dibayar perusahaan dan 2% dibayar oleh karyawan dari potongan gaji bulanan.
Secara detail, terdapat 7 kondisi agar JHT ini dapat dicairkan. Berikut kondisinya:
- Mengundurkan Diri / PHK
- Usia Pensiun
- Cacat Total Tetap
- Meninggalkan wilayah NKRI untuk selamanya (WNI)
- Meninggalkan wilayah NKRI untuk selamanya (WNA)
- Klaim Sebagian 10%
- Klaim Sebagian 30% Untuk Perumahan
Sebagai konteks, klaim sebagian 10% untuk uang tunai atau klaim sebagian 30% untuk uang muka perumahan atau renovasi tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (JHT). Pencairan sebagian klaim BPJS Ketenagakerjaan itu khusus peserta program JHT dengan masa kepesertaan minimal 10 tahun.
Persyaratan pengajuan klaim BPJS Ketenagakerjaan meliputi:
- Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan.
- E-KTP
- Buku Tabungan
- Surat Keterangan Berhenti Bekerja, Surat Pengalaman Kerja, Surat Perjanjian Kerja, atau Surat Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) untuk peserta yang kena PHK atau Mengundurkan Diri
- NPWP (bagi peserta dengan saldo JHT di atas Rp 50 juta).
- Surat Keterangan Pensiun untuk peserta yang memasuki akhir masa kerja
- Surat Keterangan Cacat Total Tetap dari Dokter yang merawat atau Dokter Penasehat (untuk karyawan yang mengalami kecelakaan kerja atau yang menunjukkan cacat tetap)
- Surat Pernyataan bermaterai dengan keterangan tidak akan kembali lagi di Indonesia dan beralih kewarganegaraan (untuk WNI pindah negara)
- Surat Pengurusan Pindah Kewarganegaraan atau Bukti Pindah Kewarganegaraan (untuk WNI pindah negara)
- Surat Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia (untuk WNA terdaftar BPJS Ketenagakerjaan)
- Surat Keterangan Berhenti Bekerja atau Surat Kontrak Kerja. (untuk WNA terdaftar BPJS Ketenagakerjaan)
- Surat Keterangan masih aktif bekerja dari perusahaan atau surat keterangan berhenti bekerja (untuk pencairan sebagian 10%)
- Dokumen perbankan yang tergantung dari peruntukannya dan diperoleh dari Bank yang telah bekerjasama (pencairan sebagaian 30% untuk perumahan)
- Buku Tabungan Bank kerjasama pembayaran JHT 30 % (tiga puluh persen) untuk kepemilikan rumah.
Ada tiga cara pengajuan klaim JHT:
- Melalui Situs Online
Pengajuan dilakukan di situs Lapak Asik BPJS Ketenagakerjaan dengan mengunggah dokumen persyaratan, melakukan wawancara online, dan saldo akan ditransfer ke rekening setelah verifikasi selesai.
- Langsung ke Kantor Cabang
Peserta membawa dokumen asli ke kantor cabang BPJS, mengisi formulir, dan menjalani wawancara. Setelah verifikasi, saldo akan dikirim ke rekening peserta.
- Melalui Aplikasi Jamsostek Mobile (JMO)
Proses dilakukan melalui aplikasi JMO dengan batasan saldo klaim maksimal Rp 10 juta. Jika saldo lebih besar, pengajuan harus dilakukan melalui kantor cabang atau Lapak Asik.
Pengambilan dana JHT sebagian dapat memengaruhi potensi pajak progresif pada klaim berikutnya, terutama jika pengambilan dilakukan dalam rentang waktu lebih dari dua tahun.
Informasi lebih lanjut mengenai pengajuan klaim JHT dapat diakses melalui laman resmi BPJS Ketenagakerjaan atau aplikasi JMO.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel