Bisnis.com, JAKARTA – Konsorsium asuransi untuk melindungi pinjaman online (pinjol) atau fintech peer-to-peer (P2P) lending telah dibentuk dan saat ini izinnya sedang diproses di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Entjik S. Djafar, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengaku pihaknya belum melakukan pembicaraan dengan konsorsium tersebut.
"Kami belum ada pembicaraan dengan konsorsium, [bahkan] kami tidak tahu siapa konsorsiumnya, dan belum ada info detailnya," kata Entjik kepada Bisnis, Selasa (28/1/2025).
Entjik melanjutkan pada prinsipnya asuransi kredit untuk pinjaman P2P lending bukan menjadi kewajiban yang bersifat mandatori. AFPI memberikan kebebasan kepada lender jika ingin menggunakan asuransi kredit untuk mendapatkan perlindungan.
"Tetapi menurut saya, efek dari penutupan asuransi sangat berbahaya bagi lender, karena dikhawatirkan menjadi moral hazard bagi borrower. Mereka mungkin merasa pinjamannya diasuransikan, sehingga sengaja membuat kredit macet secara berjamaah. Ini akan sangat merusak industri dan juga perusahaan asuransi," ujarnya.
Adapun perusahaan asuransi dapat memasarkan produk asuransi kredit melalui platform P2P lending. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023.
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Djonieri menjelaskan beleid tersebut sudah didesain untuk dapat memitigasi risiko moral hazard yang dikhawairkan.
Pertama, adanya ketentuan risk sharing 75% dibanding 25%, di mana sebesar 25% dari nilai saldo kredit tetap ditanggung oleh lender P2P lending. Djonieri menilai ketentuan yang diatur di Pasal 5 POJK 20/2023 ini akan membuat pihak platform P2P lending tetap selektif dalam memilih borrower.
Kedua, adalah adanya kewajiban perusahaan asuransi memiliki sistem informasi yang memadai sehingga memungkinkan akses data debitur sebelum di-cover. Ketersedian informasi dan data ini menurutnya akan memastikan proses underwriting lebih transparan dan berbasis profil risiko yang akurat. Ketentuan ini diatur di dalam Pasal 11.
Ketiga, adalah adanya ketentuan pembatasan biaya akuisisi hingga 10% dari tarif premi. Ini menurutnya akan membantu menjaga struktur biaya tetap wajar, sehingga tidak membebani lender atau memicu perilaku tidak bertanggung jawab. Menurutnya ketentuan ini memastikan pengelolaan risiko yang lebih sehat di ekosistem P2P lending. Ketentuain ini diatur di dalam Pasal 21.
"Selain itu, Pasal 21 dan Pasal 22 di POJK 20/2023 diatur tentang kewajiban perusahaan asuransi untuk menetapkan premi sesuai risiko yang ditanggung serta memiliki dan menerapkan pedoman underwriting (seleksi risiko) sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan praktik asuransi yang berlaku umum," ujar Djonieri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel