Bisnis.com, JAKARTA – Sektor perbankan tak luput dari implementasi kebijakan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam 100 hari awal masa kerjanya.
Sejumlah aturan maupun rancangan kebijakan telah dirumuskan Kabinet Merah Putih bersama pemangku kepentingan lainnya, antara lain mencakup segmen UMKM, masyarakat berpenghasilan rendah, hingga pelaku usaha lintas negara.
Kebijakan hapus tagih kredit macet UMKM di bank pelat merah disebut sebagai terobosan, kendati dibayangi sejumlah risiko. Penyediaan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui program 3 juta rumah juga melibatkan perbankan.
Terbaru, rencana perubahan aturan retensi devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) juga menuai respons beragam di kalangan bank. Berikut rangkuman kebijakan di sektor perbankan selama 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran:
Hapus Tagih Kredit Macet UMKM
Pengunjung melihat produk UMKM di Jakarta, belum lama ini. Bisnis/Abdurachman
Prabowo meneken Peraturan Pemerintah (PP) No. 47/2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada UMKM pada awal November 2024, yang di antaranya mencakup sektor pertanian hingga perikanan dan kelautan.
Tak semua nasabah UMKM yang memiliki kredit macet bisa dihapus tagih. Beleid tersebut mengatur kriteria nasabah yang dapat menjadi penerima manfaat.
Sejumlah bank melihat kebijakan ini dapat membuka peluang pembiayaan baru bagi nasabah wong cilik, meskipun tidak menafikan potensi risiko terhadap kinerja keuangan hingga moral hazard pada nasabah.
“Orang-orang yang tadinya tidak bisa mendapat kredit karena namanya belum diputihkan itu memang tidak boleh diberi kredit. Sekarang dengan diputihkan, akan menjadi potensi pertumbuhan baru yang sehat, tentunya,” kata Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso beberapa waktu lalu.
Dalam perkembangan terakhir, Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengeklaim bahwa pemerintah telah menghapus utang 67.000 pelaku UMKM dengan nilai Rp2 triliun.
Politisi Partai Golkar ini menyebut proses itu baru memasuki tahap awal, dan akan terus berjalan hingga semua UMKM yang sesuai kriteria dapat menerima manfaat program tersebut.
"Berjalan terus [penghapusan utang], per hari ini angkanya sudah mencapai 67.000 UMKM, dengan nilai utang Rp2 triliun," katanya di sela-sela acara Rakornas IMM di Denpasar, Kamis (16/1/2024).
Program 3 Juta Rumah
Aktivitas pekerja pada proyek perumahan subsidi di Desa Selacau, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (10/6/2024). Bisnis/Rachman
Penyediaan 3 juta rumah merupakan salah satu program prioritas pemerintahan Prabowo. Bank yang terlibat untuk menjalankan program ini dengan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR), khususnya KPR subsidi, diberikan sejumlah relaksasi dan insentif.
Di tengah bayang-bayang likuiditas perbankan yang mengetat, pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan sejumlah relaksasi pembiayaan perumahan bagi bank. Bank diperkenankan melakukan penilaian satu pilar terhadap KPR, selagi bobot risiko KPR ditetapkan lebih rendah dibandingkan jenis kredit lainnya.
Bank Indonesia (BI) juga menyatakan akan menambah insentif likuiditas bagi bank yang terlibat aktif dalam penyediaan 3 juta rumah melalui kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) yang berlaku selama ini, meskipun belum memberikan perinciannya.
“Nanti detailnya akan kami sampaikan. Pada intinya, kebijakan-kebijakan yang masuk dalam Asta Cita [prioritas pemerintahan Prabowo] akan didukung oleh Bank Indonesia,” kata Deputi Gubernur BI Juda Agung, Rabu (15/1/2025).
Kalangan bank pun terbilang optimistis bahwa beragam relaksasi dan insentif itu mampu mendorong kinerja KPR. Salah satunya PT Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai pemain utama pembiayaan rumah.
“Kami optimistis bahwa kebijakan tersebut akan memicu permintaan kredit pada 2025, terlebih lagi BTN berkomitmen untuk mendukung pemenuhan kebutuhan hunian layak melalui program 3 juta rumah,” kata Corporate Secretary BTN Ramon Armando kepada Bisnis, medio Desember 2024.
Retensi DHE SDA
Karyawan merapikan uang dolar dan rupiah di Kantor Cabang Bank Mandiri di Jakarta, Kamis (14/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Aturan tersebut akan mewajibkan eksportir memarkir 100% DHE di dalam negeri, dari semula 30%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengamini bahwa kebijakan itu dapat mendorong likuiditas perbankan dalam bentuk valuta asing (valas). Menurutnya, hal tersebut juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri secara lebih lanjut.
Kalangan perbankan pun menyambut baik keputusan pemerintah untuk meningkatkan kewajiban penempatan DHE SDA tersebut, meski memberikan sejumlah catatan.
Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Novita Widya Anggraini menilai bahwa retensi DHE dari sebelumnya 30% untuk jangka waktu minimal tiga bulan menjadi 100% untuk minimal waktu satu tahun dapat berdampak baik terhadap likuiditas perbankan.
Menurutnya, hingga penghujung 2024, porsi DHE yang ada di BNI berada pada kisaran US$1,3 miliar atau 13% dari DPK valas, yang mana 70% di antaranya dalam bentuk giro.
“Dengan adanya peraturan baru tersebut, kami perkirakan jumlahnya akan meningkat, sehingga kami mendapatkan impak positif dengan menjaga cost of fund [biaya dana] yang lebih efisien,” katanya dalam konferensi pers kinerja BNI 2024 pekan lalu.
Senada, Anika Faisal selaku Sekretaris Jenderal Perbanas berharap bahwa rancangan tersebut memiliki dampak positif bagi likuiditas perbankan. Namun, Komisaris PT Bank Jago Tbk. (ARTO) ini memandang bahwa nilai kurs juga harus dijadikan pertimbangan kebijakan terkait, selain dampaknya terhadap kepentingan investasi pengusaha.
“Memang harus dilihat kepentingan pengusaha. Jangan sampai pengusaha itu dirugikan dengan adanya DHE yang lain, yang akhirnya dia enggak ada investasi,” katanya dalam konferensi pers Perbanas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel