Bisnis.com, JAKARTA - ASEAN diperkirakan menjadi kekuatan ekonomi baru yang semakin diperhitungkan seiring dengan pergeseran rantai pasokan global dan meningkatnya taraf hidup.
Kawasan ini tidak hanya menjadi pemenang dalam penyeimbangan kembali rantai pasokan global, tetapi juga memposisikan diri sebagai basis produksi utama bagi perusahaan multinasional dari berbagai sektor.
Transformasi ini semakin dipercepat oleh pandemi Covid-19 dan dinamika geopolitik yang berkelanjutan. Menurut data IMF, pertumbuhan ekonomi ASEAN diproyeksikan mencapai 4,6% pada 2024, jauh melampaui rata-rata global sebesar 2,4%.
Pencapaian ini didukung oleh tiga pilar utama, yaitu diversifikasi rantai pasokan yang kuat, prospek pertumbuhan yang menjanjikan, dan peningkatan sektor manufaktur yang didorong oleh kemajuan teknologi serta komitmen global terhadap pembangunan berkelanjutan.
Meskipun ASEAN telah lama dikenal dengan keunggulan kompetitifnya dalam hal tenaga kerja, kawasan ini kini bergerak cepat menuju industri bernilai tambah tinggi. Total perdagangan barang ASEAN mencapai US$3,6 triliun pada tahun 2023, meningkat signifikan dari US$2,8 triliun pada tahun 2019. Vietnam menjadi contoh sukses transformasi ini, dengan nilai ekspor mencapai 93,8% dari PDB pada 2022, melonjak dari 54,2% pada 2010.
Boston Consulting Group memproyeksikan potensi tambahan output manufaktur ASEAN hingga US$600 miliar per tahun, dengan peningkatan FDI tahunan di sektor manufaktur hingga US$22 miliar dan penciptaan 140.000 lapangan kerja baru setiap tahunnya. Industri elektronik dan listrik menjadi magnet utama FDI, mendorong total investasi mencapai rekor US$224 miliar pada 2022.
Setiap negara ASEAN pun mulai mengembangkan keunggulan kompetitifnya masing-masing. Malaysia memfokuskan diri pada industri semikonduktor, dengan rencana melatih 60.000 tenaga profesional untuk memperkuat posisinya sebagai pusat R&D.
Thailand mengembangkan industri farmasi, bergerak dari produksi obat generik menuju pengembangan obat original. Sementara itu, Filipina memperkuat posisinya dalam alih daya proses bisnis dan manufaktur komponen elektronik, dan Indonesia memanfaatkan cadangan nikelnya untuk membangun ekosistem kendaraan listrik global.
Ekonomi ASEAN juga diperkirakan mendapat dukungan tambahan dengan 70% dari 670 juta penduduk ASEAN telah mencapai pendapatan kelas menengah pada 2030. Kondisi ini akan menciptakan pasar konsumen senilai US$4 triliun.
Ekonomi digital kawasan ini berkembang pesat, dengan valuasi mencapai US$218 miliar pada 2023 dan diproyeksikan mencapai US$600 miliar pada 2030 di enam ekonomi terbesar ASEAN.
Dalam mendukung transformasi ini, HSBC dengan pengalaman 135 tahun di ASEAN memposisikan diri sebagai mitra strategis bagi bisnis yang ingin berkembang di kawasan ini.
Bank ini meluncurkan HSBC TradePay di Indonesia pada pertengahan 2024, menyediakan solusi pembiayaan perdagangan digital untuk rantai pasokan ASEAN. Dengan jaringan yang melayani 2,5 juta klien ritel dan 30.000 bisnis, HSBC menguasai lebih dari 93% PDB ASEAN dan perdagangan internasional.
ASEAN berada di jalur yang tepat untuk menjadi ekonomi terbesar keempat dunia pada 2030. Keberhasilan bisnis di kawasan ini akan bergantung pada pemahaman mendalam tentang dinamika pasar lokal, regulasi, dan nuansa budaya di setiap negara anggota.
HSBC telah meluncurkan Dana Pertumbuhan ASEAN senilai US$1 miliar untuk mendukung bisnis yang berkembang pesat di enam pasar utama, yakni Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Karena itu, penting untuk merencanakan persiapan matang dan pemilihan mitra strategis dalam menavigasi kompleksitas pasar regional yang dinamis ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel