Bisnis.com, JAKARTA - Keberhasilan sosok Kaluna dalam film Home Sweet Loan mengumpulkan uang Rp300 juta untuk membeli rumah menjadi buah bibir masyarakat beberapa waktu terakhir.
Kaluna berhasil mengumpulkan uang tersebut dengan cara berhemat dan mengelola keuangannya dengan baik. Sikap Kaluna sangat ber beda dengan pengelolaan keu angan yang dilakukan Tika dalam film Paylater. Tika sangat gemar berbelanja meskipun belum memiliki pekerjaan dan pendapatan yang tetap.
Tidak hanya menggunakan uang dari gaji-nya, Tika pun gemar berbelanja dengan menggunakan fasilitas Buy Now Pay Later (BNPL) atau sering dikenal dengan paylater. Kegemaran belanja dengan paylater ini akhirnya menjerumuskan Tika ke kubangan utang, penagih utang datang ke kantor dan rumahnya.
Cita-cita untuk memiliki aset, masa depan dan pensiun yang cerah akhirnya terjerembab karena utang dan pengelolaan keuangan yang buruk.
Paylater merupakan jenis pembiayaan jangka pendek yang memungkinkan konsumen membeli barang/jasa dengan membayar di kemudian hari.
Peningkatan penetrasi internet di masyarakat menjadi pupuk tumbuh suburnya penggunaan paylater. BPS mencatat pada 2023, sekitar 87% rumah tangga di Indonesia pernah mengakses internet, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 86%.
Hal ini sejalan dengan laporan We Are Social dalam Digital 2024 October Global Statshot Report. Masyarakat Indonesia menempati urutan ke 14 yang menggunakan internet untuk berbelanja, mencapai 56,0%. Survei ini melibatkan koresponden dengan rentang usia 16 tahun ke atas.
Generasi muda yang akrab dengan teknologi dan memi-lih layanan yang cepat serta mudah menjadikan paylater sebagai alternatif pembiayaan. Kemudahan akses mendapatkan paylater, proses pengajuan yang singkat, serta terintegrasi dengan platform e-commerce memungkinkan konsumen untuk membeli barang secara cicilan tanpa pemeriksaan kredit tradisional.
Data Kredivo dan KataData dalam Laporan Perilaku Pengguna Paylater Indonesia 2024 menjelaskan bahwa dari 2 juta responden, 70,5% konsumen menggunakan paylater saat belanja daring. Penggunaan paylater juga sering digunakan untuk membayar tagihan di aplikasi transportasi dan pembelian tiket perjalanan.
Penggunaan paylater tidak selamanya buruk, jika konsu-men bijak dalam pengguna-annya. Pelaku UMKM yang belum dapat mengakses pendanaan dari perbankan dapat menggunakan paylater sebagai alternatif pembiayaan usaha-nya. Arus kas usaha pun dapat diatur dengan lebih mudah, tentu dengan memperhatikan profil risiko dan kemampuan bayar yang dimiliki.
Paylater cenderung menjadi beban bagi konsumen ketika digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif.OJK mencatat terdapat pertumbuhan pembiayaan pay-later pada November 2024 sebesar 61,90% yoy (Oktober 2024: 63,89% yoy) atau men-jadi Rp8,59 triliun dengan NPF gross sebesar 2,92% (Oktober 2024: 2,76%).Faktor ketidakpastian ekonomi, kenaikan harga kebutuhan pokok yang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dinilai sebagai faktor pendorong meningkatnya penggunaan paylater.
Agar keberadaan paylater dapat berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, peningkatan lite-rasi keuangan masyarakat. Peningkatan akses masyarakat terhadap produk dan layanan jasa keuangan harus disertai dengan peningkatan literasi keuangan masyarakat.
Literasi keuangan berbicara tentang investasi, dana darurat, asuransi, termasuk kemampuan pengelolaan utang. Peningkatan literasi keu-angan masyarakat merupa-kan tanggung jawab bersama. Tidak hanya melalui program sosialisasi yang dilakukan secara online maupun offline, peningkatan literasi keuangan perlu dilakukan dari akar rumput dan sejak dini.
Langkah awal yaitu menjadikan literasi keuangan bagian kurikulum wajib di setiap tingkat pendidikan, dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai dengan perguruan tinggi. Karena kemampuan pengelolaan keuangan yang baik merupa-kan bekal dasar anak untuk merencanakan masa depan yang cerah.
Selain itu, sinergi antar kementerian, lembaga, peme-rintah pusat dan daerah, swasta dan seluruh pemangku kepentingan harus terus diselaraskan dan digencarkan agar peningkatan literasi keuangan masyarakat dapat dilakukan secara merata dan menyeluruh.
Kedua, peningkatan tang-gung jawab Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dalam penyaluran pembiayaan melalui paylater. LJK dituntut tidak hanya fokus menya-lurkan pembiayaan tetapi juga menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam proses penda-naan sebagai bentuk strategi mitigasi risiko.
Selain itu, LJK didorong untuk terus menyempurnakan kriteria penilaian kelayakan penerima dana, dengan kalibrasi berkala berdasarkan data historis penyaluran dan pembayaran kembali. Ketiga, memastikan masyarakat paham bahwa pembiayaan menggunakan paylater adalah utang yang harus dibayar.
Ketika memahami konsep ini maka masyarakat diharapkan dapat menggunakan fasilitas paylater dengan lebih bertanggung jawab, mem-perhatikan profil risiko dan kemampuan bayar yang dimiliki. Konsumen dapat menderita kerugian materi dan psikis jika sembrono menggunakan paylater.
Keempat, payung hukum khusus untuk paylater. Regulator pun didorong untuk membuat satu payung hukum khusus untuk pay-later yang mengintegrasikan paylater yang ada di seluruh sektor jasa keuangan. Dengan melakukan tiga langkah di atas, diharapkan paylater dapat lebih berkontribusi pada perekonomian masyarakat dalam mewujudkan Indonesia Emas Tahun 2045.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel