OJK Rilis Sejumlah Aturan Industri Asuransi, Asosiasi Beri Tanggapan

Bisnis.com,03 Feb 2025, 21:05 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis - Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat regulasi di sektor perasuransian dengan menerbitkan sejumlah aturan baru. Selama periode 2023–2024, OJK sektor Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PPDP) telah menerbitkan 18 Peraturan OJK (POJK) dan 10 Surat Edaran OJK (SEOJK). 

Dari jumlah tersebut, 16 POJK merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dengan mayoritas aturan ditujukan bagi industri perasuransian, yaitu 12 POJK dan 5 SEOJK.

Kepala Eksekutif Pengawas PPDP OJK, Ogi Prastomiyono, menegaskan bahwa regulasi yang diterbitkan bertujuan untuk memperkuat industri perasuransian, baik dari aspek tata kelola, manajemen risiko, maupun penguatan permodalan. Menurutnya, regulasi yang telah ada sebelumnya masih belum cukup untuk membangun fondasi industri yang lebih kokoh.

“Penguatan regulasi yang dikeluarkan dan aturan turunan dari POJK bertujuan untuk memperkuat industri perasuransian, baik dari segi governance, risk management, maupun permodalan. Regulasi yang telah ada sebelumnya masih belum cukup untuk penguatan industri ini. Oleh karena itu, kami menekankan enforcement terhadap regulasi yang telah dibuat,” kata Ogi disela-sela acara Regulatory Dissemination Day 2025, di Jakarta pada Senin (3/2/2025).

Dia juga menjelaskan bahwa penyusunan regulasi dilakukan melalui proses yang melibatkan pelaku usaha, asosiasi, serta harmonisasi dengan kementerian terkait. Dengan langkah ini, OJK berharap aturan yang diterbitkan sudah mempertimbangkan berbagai aspek penting yang dibutuhkan industri.

Ogi pun menegaskan bahwa potensi pengembangan industri perasuransian di Indonesia sangat besar, tetapi regulasi yang mendukung masih dianggap belum optimal. Oleh sebab  itu, lanjut dia, kebijakan Dewan Komisioner OJK periode 2022–2027 menekankan agar OJK lebih proaktif dalam mengembangkan dan memperkuat industri ini. “Kami tidak hanya menunggu, tetapi juga menjemput bola,” tambahnya. 

Ogi optimistis bahwa industri asuransi di tahun 2025 akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Dia menyebut bahwa pada 2023–2024 merupakan periode koreksi bagi industri, dan dengan adanya regulasi yang lebih kuat, pertumbuhan di tahun ini diproyeksikan akan lebih baik. Ogi menyebut bahwa aset industri asuransi umum bisa tumbuh 8%–10%, aset asuransi jiwa 2%–4%, dan dana pensiun lebih tinggi, yakni 9–11% pertumbuhan asetnya. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono di Jakarta, Selasa (20/2/2024)/Bisnis-Rika Anggraeni

“Namun, ini tidak bisa dicapai jika berjalan sendiri-sendiri, sehingga kolaborasi dan sinergi dengan seluruh stakeholder sangat penting,” kata Ogi.

Lebih lanjut, Ogi juga menyoroti terkait dengan adanya peningkatan ekuitas perusahaan asuransi. Dia menyebut bahwa kapasitas perusahaan asuransi dalam menanggung pertanggungan dengan modal terbatas masih belum cukup. 

Hal ini berisiko terhadap keberlanjutan industri perasuransian. Oleh karena itu, OJK menetapkan regulasi peningkatan ekuitas secara bertahap, bukan langsung diterapkan begitu POJK diberlakukan.

“Kita punya tahapan, yang pertama pada akhir 2026, kemudian tahap berikutnya di akhir 2028. Jika melihat data ekuitas perusahaan asuransi saat ini, sudah cukup banyak yang memenuhi target 2026. Hanya beberapa yang belum mencapai ketentuan tersebut, dan kami sudah memberikan alternatif, termasuk mencari mitra strategis baru atau bergabung dalam KUPA [Kelompok Usaha Perusahaan Asuransi],” katanya. 

Dia menjelaskan bahwa skema KUPA ini mirip dengan Kelompok Usaha Bank (KUB) di sektor perbankan, di mana perusahaan yang belum memenuhi syarat ekuitas dapat berafiliasi dengan perusahaan asuransi lain yang sudah memiliki modal memadai.

“Jadi, tidak serta-merta perusahaan asuransi yang belum memenuhi modal minimum harus ditutup, tetapi diberikan kesempatan untuk memanfaatkan berbagai alternatif yang telah kami sediakan,” tegas Ogi.

Respons AAJI

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu juga merespons kebijakan terbaru OJK, khususnya terkait aturan permodalan minimum bagi perusahaan asuransi. Dia menilai bahwa kebijakan ini sudah sejalan dengan roadmap industri, sehingga tidak seharusnya menjadi isu besar bagi pelaku usaha.

“Sebetulnya kalau dari AAJI, roadmap kami tidak jauh berbeda dengan OJK, jadi harusnya tidak ada isu. Karena bagaimanapun juga, ekuitas minimum yang dipersyaratkan ada yang berlaku di 2026 sebesar Rp500 miliar dan 2028 sebesar Rp1 triliun. Tapi, bagi perusahaan yang tidak mencapai modal minimum, mereka bisa membentuk KUPA [Kelompok Usaha Perusahaan Asuransi], yang sudah berlaku di sektor perbankan juga,” kata Togar.

Menurutnya, aturan KUPA memberikan kepastian bagi industri, terutama dalam menjaga keberlangsungan operasional perusahaan asuransi yang belum memenuhi modal minimum.

“Kebijakan OJK ini sebetulnya baik karena tidak mungkin perusahaan asuransi langsung ditutup. Bagaimana nanti pemegang polisnya? Pasti ribut kalau ditutup. Jadi, memang harus ada kebijakan yang dilakukan OJK supaya pemegang polis juga punya kepastian. Ini juga sejalan dengan peran OJK dalam perlindungan konsumen,” tambahnya.

Selain itu, Togar juga menyoroti tantangan lain di industri asuransi jiwa, terutama dalam menghadapi perubahan regulasi seperti kebijakan terkait Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) atau unit link.

Menurutnya, sistem dalam produk tersebut tidaklah sederhana. Jika ada perubahan aturan mengenai agen pemasaran, maka perlu dilakukan sosialisasi yang memadai, dan proses tersebut tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Bahkan, dia menilai bahwa waktu satu tahun saja mungkin belum cukup untuk memastikan seluruh pihak memahami aturan baru tersebut.

Dia juga menilai bahwa pertumbuhan industri asuransi jiwa yang hanya 2%–4% pada tahun lalu masih dalam batas wajar karena sedang berada dalam masa transisi. Namun, di tahun ini, pertumbuhan diperkirakan akan membaik, terutama dengan adanya penerapan standar akuntansi baru, yakni PSAK 117, yang mulai berlaku pada Januari 2025.

“Januari 2025 ini akan ada penerapan PSAK 117 yang mengubah banyak hal. Kita berharap penyesuaian sistem ini tidak membuat situasi makin menurun. Selama masa transisi ini, pertumbuhan industri asuransi masih tetap di bawah 5%. Namun, dari sisi revenue, menurut saya akan ada peningkatan karena perusahaan sudah mulai banyak menjual unit link,” kata Togar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini