APPI Proyeksikan Penyaluran Piutang hingga 8% Tahun Ini, Ini Faktor Pendorongnya

Bisnis.com,04 Feb 2025, 21:27 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Ilustrasi kredit kendaraan bermotor atau kredit mobil. /dok Freepik-xb100

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) memproyeksikan pertumbuhan penyaluran piutang berada di kisaran 7%—8% pada 2025.

Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno menyatakan bahwa proyeksi ini mempertimbangkan kondisi pasar kendaraan yang masih lesu serta penyesuaian industri terhadap regulasi baru. Suwandi menilai bahwa pemulihan pasar kendaraan belum akan terjadi secara cepat. 

"Kalau bicara Gaikindo [Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia], tahun lalu tercapai mendekati 900.000 pun tidak, mobil hanya 865.723 unit, motor 6,33 juta unit. Artinya, tahun ini pun masih akan under situation yang mungkin mereka akan kejar di angka yang seperti itu,” kata Suwandi ditemui usai Seminar Nasional ‘Arah Kebijakan OJK 2025 dan Strategi Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Baru’ yang digelar APPI pada Selasa (4/1/2025).

Adapun, Gaikindo memasang target penjualan mobil sebanyak 900.000 pada tahun ini. Menurut Suwandi target yang ditetapkan tersebut pun masih menghadapi tantangan. Salah satunya adalah kebijakan opsen pajak yang mulai berlaku, meskipun terdapat beberapa insentif yang diberikan. Dia menyoroti bahwa implementasi kebijakan ini berbeda-beda di tiap daerah, yang dapat memengaruhi daya beli masyarakat. 

"Saya melihatnya bahwa daerah per daerah tidak memberikan keputusan yang sama. Ada yang sampai dengan Desember, ada yang sampai Maret, kita lihat nanti," katanya.

Selain faktor pasar, Suwandi menekankan bahwa industri pembiayaan juga tengah beradaptasi dengan berbagai regulasi yang semakin ketat. Oleh sebab itu pihaknya tidak menetapkan proyeksi pertumbuhan yang terlalu tinggi. Menurutnya, penguatan aturan ini menuntut persiapan yang matang, termasuk dalam penyusunan dan implementasi standar operasional prosedur (SOP).

Diketahui sepanjang 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menelurkan beberapa regulasi terkait dengan industri pembiayaan antara lain POJK 42/2024 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi PVML, POJK 43/2024 tentang Pengembangan SDM PVML, POJK 46/2024 tentang Pengembangan dan Penguatan PP, PPI, dan PMV, POJK 48/2024 tentang Tata Kelola yang Baik bagi PVM, serta POJK 49/2024 tentang Pengawasan, Penetapan Status, dan Tindak Lanjut Pengawasan PVML. 

Lebih lanjut, dia juga menyoroti tantangan likuiditas yang dihadapi perbankan saat ini. Suwandi berharap agar Bank Indonesia (BI) dapat memberikan dukungan untuk memastikan tersedianya likuiditas yang cukup bagi industri pembiayaan. 

"Harapan kami dengan juga BI membantu menggelontorkan likuiditas balik ke perbankan, mungkin ada sesuatu yang kita bisa harapkan bahwa sinergi antara kebijakan dengan bisnis bisa terjadi secara harmonis," tuturnya.

Selain itu, Suwandi menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat dalam mengelola keuangan dan membayar kewajiban tepat waktu untuk menjaga stabilitas industri pembiayaan. Dia pun menegaskan bahwa perusahaan pembiayaan tidak hanya berorientasi pada penarikan jaminan, tetapi lebih mengutamakan kelancaran pembayaran.

"Yang penting buat kami, kami tidak mementingkan jaminan itu ditarik, tapi yang kami pentingkan adalah pembayarannya ada terus," tegasnya.

Dalam catatan OJK, piutang pembiayaan meningkat sebesar Rp32,56 triliun atau sekitar 6,92% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dari Rp470,86 triliun pada Desember 2023 menjadi Rp503,43 triliun. Dari sisi, peningkatannya sebanyak Rp36,05 triliun atau 6,52% dibandingkan tahun sebelumnya, dari Rp552,89 triliun pada Desember 2023 menjadi sebesar Rp588,94 triliun. 

Sumber pendanaan yang diterima oleh perusahaan pembiayaan meningkat secara tahunan (year on year/YoY) sebesar Rp28,14 triliun atau 7,85% dari Rp358,53 triliun pada Desember 2023 menjadi Rp386,67 triliun.

Adapun, jumlah perusahaan pembiayaan periode Desember 2024 adalah 146 perusahaan pembiayaan yang terdiri dari 143 perusahaan pembiayaan gabungan dan tiga perusahaan pembiayaan (full) syariah. Terdapat satu perusahaan pembiayaan yang mengalami pencabutan izin usaha yaitu PT BCA Multifinance sehubungan penggabungan usaha dengan PT BCA Finance. Dari sisi non performing financing (NPF) gross mencapai 2,70%, dan NPF nett mencapai 0,75%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wibi Pangestu Pratama
Terkini