Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 bps menjadi 5,75% pada Januari 2025. Kebijakan ini dinilai menjadi awal era suku bunga rendah seiring dengan meningkatnya ekspektasi terhadap pemangkasan serupa sepanjang 2025.
Bagi bank digital yang identik dengan penawaran bunga tinggi, era suku bunga rendah membuka ruang terhadap penyesuaian tingkat bunga, khususnya untuk deposito. Namun, kondisi perekonomian pada lingkup yang lebih luas juga tak luput dari pertimbangan bank.
Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) Indra Utoyo menyampaikan bahwa perseroan belum memiliki rencana untuk menyesuaikan suku bunga deposito dalam waktu dekat.
Pasalnya, tantangan perekonomian dinilai masih membentang di level global, sehingga pada gilirannya turut berpengaruh pada penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) antarbank.
“Kondisi makroekonomi penuh tantangan, termasuk tekanan likuiditas yang masih tinggi dan persaingan DPK yang ketat,” katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (5/2/2025).
Orang nomor satu di Allo Bank ini menilai bahwa fenomena tersebut juga terjadi di tengah upaya BI memperkuat nilai tukar rupiah. Bank sentral Tanah Air juga berupaya mendukung aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri dengan menerbitkan Sekuritas Rupiah BI (SRBI).
Itu sebabnya, Allo Bank masih akan mempertahankan tingkat suku bunga deposito ke depan. Bank digital besutan konglomerat Chairul Tanjung ini menawarkan suku bunga deposito tertinggi sebesar 7,50% per tahun dan terendah 5% per tahun.
Pandangan serupa disampaikan bank digital milik Kredivo Group, yakni PT Krom Bank Indonesia Tbk. (BBSI). Presiden Direktur Krom Bank Anton Hermawan menyebut bahwa kondisi makroekonomi yang masih dinamis menjadi pertimbangan dalam menentukan tingkat suku bunga deposito.
“Saat ini, Krom Bank masih mempertahankan besaran bunga deposito sampai dengan 8,75% p.a.,” katanya kepada Bisnis, Rabu (5/2/2025).
Menurut Anton, hal itu juga menjadi bagian dari strategi Krom Bank dalam menjaga daya saing dan memberikan keuntungan optimal bagi nasabah.
Dia berpendapat bahwa fleksibilitas tinggi dalam pengelolaan aset dan likuiditas memungkinkan Krom Bank untuk beradaptasi dengan dinamika pasar tanpa mengorbankan nilai yang ditawarkan kepada nasabah.
“Dengan suku bunga yang kompetitif, kami ingin memastikan bahwa nasabah dapat mengembangkan aset lebih maksimal dan terencana,” pungkasnya.
Kendati demikian, strategi berbeda diterapkan PT Bank Jago Tbk. (ARTO). Emiten bank milik bankir veteran Jerry Ng ini terpantau menaikkan suku bunga deposito usai pemangkasan BI Rate bulan lalu.
Berdasarkan pengumuman pada Kamis (23/1/2025), Bank Jago menawarkan suku bunga deposito pada rentang 5% hingga 6%, meningkat dari yang sebelumnya pada rentang 4,25% hingga 5,25%.
Deposito dengan nilai Rp1 juta hingga Rp99,99 juta diberikan bunga 5% per tahun untuk tenor 1 bulan, kemudian 5,5% untuk tenor 3 bulan, serta 5,75% untuk tenor 6 dan 12 bulan.
Sementara itu untuk deposito senilai Rp100 juta hingga Rp499,99 juta, Bank Jago memberikan bunga 5,5% untuk tenor 1 bulan; serta bunga 5,75% untuk tenor 3, 6 dan 12 bulan. Untuk simpanan di atas Rp500 juta, bunga yang diterapkan ialah sebesar 5,75% untuk tenor 1 bulan, serta 6% untuk tenor 3, 6, dan 12 bulan.
Bisnis telah mencoba menghubungi Direktur Kepatuhan Bank Jago Tjit Siat Fun mengenai penerapan strategi ini, tetapi belum mendapatkan respons hingga berita ini selesai ditulis.
Namun, Unit Usaha Syariah (UUS) Bank Jago sempat menyampaikan bahwa penyesuaian bagi hasil simpanan deposito masih dirumuskan usai kelonggaran moneter dari BI.
“Yang secara konsisten ingin kita tawarkan ke nasabah adalah rate yang kompetitif dibandingkan dengan market perbankan lainnya,” kata Nur Fajriah Rachmah selaku Head of Sharia Digital Funding Bank Jago dalam konferensi pers di kantor Bank Jago, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2025).
Sebelumnya, Direktur Riset Bidang Keuangan Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Etikah Karyani menyebut bahwa pemangkasan BI Rate dapat mendorong penurunan biaya dana atau cost of fund perbankan.
Namun, dia menilai bahwa kebijakan moneter Indonesia sangat bergantung dengan kebijakan moneter Amerika Serikat. Sinyal bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) untuk menurunkan suku bunga hanya satu kali selama 2025 dianggap memperkecil peluang pemangkasan BI Rate lebih lanjut.
"Ketika The Fed diprediksi hanya sekali [menurunkan suku bunga], peluang BI untuk melakukan intervensi [melanjutkan tren penurunan BI Rate] lebih kecil lagi," katanya di Kantor Core Indonesia, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2025).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel